Awalnya digencarkan pendefinisian teori konspirasi sebagai sesat pikir, halusinasi, kesimpulan orang-orang kalah yang lari pada mitos, disebut tidak berdasar, ilusi, hoax, dan pantas ditertawakan. Ini sebagaimana pendefinisian komunis di era orba dan pendefinisian radikal di rezim sekarang.
Maka terbentuklah stigma publik bahwa teori konspirasi adalah semacam hoax sejak di dalam pikiran. Sebuah sesat dan ilmu hitam yang jahat.
Berikutnya digencarkan; segala opini, narasi, sudut pandang, gagasan, dan rumusan keadaan yang bertentangan dengan narasi mainstream adalah teori konspirasi (yang telah dikonotasikan sebagai ilusi seperti di atas). Ini seperti orang-orang yang tidak setuju dengan kebijakan orba kemudian dicap kiri.
Ini adalah salah satu penyudutan atau pelemahan opini yang bertentangan dengan kebenaran umum. Cara yang dilakukan adalah dengan menciptakan teori yang merumuskan bahwa lawan kata dari kebenaran umum adalah kesalahan umum. Teori tersebut digencarkan juga, sehingga sukses menjadi asumsi umum.
Kita lupa bahwa lawan dari kebenaran umum bukanlah kesalahan umum, tetapi adalah kritik, adalah alternatif, adalah antitesis, adalah wacana tandingan/pembanding. Nilainya sama-sama gagasan, pengertian ini harus kembali diingat, agar tidak terjadi monopoli kebenaran. Meskipun praktiknya kebenaran umum selalu memenangkan kuantitas dan dominasi, karena saluran resmi dan media massa memiliki daya corong yang lebih besar, kuat, dan berlisensi, tetapi harus diingat bahwa kebenaran umum bisa juga berdasarkan sebuah tahayul (lihat contoh search; pemilu).
Senjata yang digunakan oleh saluran resmi dan media menstream dalam menggencet narasi lawannya adalah data dan penghargaan/pemahlawanan sosok yang berada di kubunya.
1. Data, karena masyarakat terlanjur mempercayai bahwa data adalah fakta. Sedang pengetahuan mengenai bagaimana data diambil tidak mereka miliki dan memang tidak diungkap.
2. Penghargaan adalah semacam ilustrasi musik di belakang narator, ia merebut perasaan orang-orang, menghipnotis orang untuk menjadi bagian dari pendukung omongan yang berangkat dari empati. Jadi ya pikiran, ya perasaan terkuasai oleh itu.
Data hanyalah salah satu citra dari gambaran kenyataan.
Ada dasar lain yang harusnya tidak bisa serta merta kita injak sebagai bukan gambaran kenyataan. Penyair/seniman misalnya, mereka tidak menyebut dasarnya sebagai data, maka yang ia buat adalah karya seni bukan karya ilmiah. Karena bukan data apakah kemudian karya tersebut dikatakan hoax atau omong kosong? Apakah karena bukan data lalu serta merta karya tersebut tidak berangkat dari kenyataan? Meski bukan disebut ilmiah, idealnya seniman memiliki dasar yang harus diperhitungkan sebagai rumusan keadaan karena berangkat dari akal sehat, intuisi, kepekaan sosial dan wawasan sejarah-budaya.
Yang tercetus dari pikiran seniman tersebut adalah bentuk dari visinya, ia mempertanyakan, ia merumuskan, ia menyangkal, menentang kebenaran umum yang tidak ia sepakati. Tetapi berpendapat berdasar akal sehat sendiri sebagi kegiatan yang akrab dengan masyarakat kita pun telah mati, maka kesenian pun juga mati sebenarnya, digusur dengan segala yang resmi. Salah satu contohnya, dunia akademik yang bertuhankan data, yang mencetak akademisi-akademisi kelas menengah yang cerewet dan selalu merasa tahu dan kemudian dipelihara negara sebagai agen wacananya.
Akibatnya, jika kita dihadapkan pada 9.999.999 orang yang berteriak A dan 1 orang berteriak B, kita menganggap A adalah kenyataan dan B adalah tidak nyata. Sedangkan hati kita yang berkata C memilih bungkam ketimbang dicap halusinasi. Jadi ketika kekuasaan ingin memproduksi kebenaran ya tinggal mencetak separuh lebih dari jumlah pendapat yang ada, maka jadilah ia personifikasi kebenaran, dengan jaringan kekuasaannya itu sangat gampang diwujudkan, biarpun itu kejahatan resmi sekalipun.
Jamane jaman data, yen ra data ra keduman kepercayaan. Beja-bejane masyarakat data luwih beja masyarakat eling lan waspada. Jadi baiknya kembali kita tengok ke ingatan sendiri, ambillah contoh data-data yang ditunjukkan pemerintah sebagai gambaran komitmennya dalam melawan korupsi. Apakah itu kenyataan yang kau lihat sendiri atau hanya kau dapati siaran resminya?
Catatan Gumam 11 Mei 2020
No comments:
Post a Comment