Monday, 14 August 2017

Manifestasi Ad Hoc Pustaka



Ad Hoc dan Bacaan Liar

Sebutan ‘bacaan liar’, di masa Balai Pustaka merupakan praktik pelabelan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap bacaan-bacaan yang beredar di luar terbitan Balai Pustaka (BP). Wacana tersebut digaungkan oleh pemerintah kolonial untuk membentuk hegemoni wacana yang dipoduksi oleh penerbit Balai Pustaka, yang tentunya sejalan  dengan kepentingan kolonial di negeri jajahan (Indonesia). Sehingga terciptalah asumsi masyarakat bahwa bacaan yang berkualitas ialah bacaan yang diterbitkan oleh lembaga BP. Akibatnya sejarah formal (mengenai masa tersebut) yang sampai pada kita saat ini didominasi karangan-karangan yang diproduksi oleh BP.

Sangat disayangkan mengingat sebuah kemungkinan baik yang bisa didapat dari bacaan liar di luar bacaan BP, untuk sebuah perkembangan kebudayaan. Penelitian dari Claudine Salmon merupakan salah satu bukti yang silahkan dilihat. Ia tidak hanya menunjukkan bahwa sastra Indonesa sudah ramai jauh sebelum berdiri Balai Pustaka, tetapi juga membuktikan bahwa karya-karya terbitan di luar Balai Pustaka itu, kualitas isinya tidak kalah dari karya-karya terbitan Balai Pustaka.

Melihat realitas sejarah di atas, Ad Hoc pustaka secara sadar memilih label ‘bacaan liar’ terhadap karya-karya yang terpilih untuk diterbitkan. Alasan tersebut berdasar pada watak antitesis khas kesenian. Sebuah logika sinis perlawanan terhadap mapannya kepentingan pasar yang mendominasi kualitas serta alasan diterbitkannya sebuah buku. Watak transaksional terselubung di balik makna fiksional, terus menerus diproduksi di sana-sini untuk membentuk kebudayaan massa yang melanggengkan kepentingan pasar. Hal tersebut memiliki pola yang sama dengan pratik yang terjadi pada masa Balai Pustaka, serupa tapi kau tak percaya!

Ad Hoc tidak akan mengelak jika usaha ini akan dianggap sebagai romantisme kaum amatiran oleh para elit profesional kesusastraan. Sebab salah satu modal didirikannya Ad Hoc pun ialah cita-cita terbentuknya kebudayaan ideal. Ditambah dengan keyakinan yang ngeyel bahwa ada pemikiran-pemikiran dalam bentuk karya sastra yang tidak tertampung oleh logika pasar dan selera kebudayaan massa. Pemikiran-pemikiran tersebut ada dan lahir berdasarkan kesadaran dan tumbuh liar sebagai belukar yang menahan erosi. Ad Hoc dan ‘bacaan liar’ percaya, sebuah kemapanan yang diabsolutkan akan selalu membentuk penindasan. Selama masih ada penidasan, karya-karya liar dengan semangat perlawanan akan terus lahir. Maka Ad Hoc pustaka yang amatir ini akan berusaha mengalirkan pemikiran tersebut dengan selokan-selokan urunan untuk sampai pada generasi mendatang.

Petapa Kata karya Mas Bei   

Buku puisi Petapa Kata adalah ‘bacaan liar’ pertama yang diterbitkan berdasrkan manifestasi Ad Hoc pustaka yang telah terurai di atas. Puisi-puisi Mas Bei memiliki kekhasan tersendiri. Kekhasan suatu karya (terlebih lagi puisi) merupakan salah satu dasar penilaian kualitas suatu karya sastra. Kualitas ‘khas’ tersebut oleh Mahatma Zat Akhdiyat disebut dengan, puisi yang khusyuk namun juga lincah bergerak. Meliuk-liuk tapi tidak menjadi genit. Pilihan katanya tidak diindah-indahkan, spontan saja, enak dicerna tanpa kehilangan rasa.


Selain kekhasan puisi-puisi Mas Bei, pandangan hidup penyair yang tertuang dalam puisi-puisinya, hendaknya bisa menjadi bagian dari sejarah pemikiran yang sampai pada generasi mendatang. Rasanya itu penting, jika melihat kegagalan media massa mainstream yang mendominasi saat ini. Apakah kita akan membiarkan begitu saja sejarah era ini dibentuk oleh lembaga-lembaga massa yang syarat kepentingan politik itu? Apakah tidak ada usaha untuk menyampaikan sejarah tandingan, kebudayaan tandingan kepada generasi depan? Dua pertanyaan tersebut yang pada akhirnya kami jawab dengan penerbitan buku Petapa Kata ini. Harapannya ialah dengan terdokumentasi dalam bentuk buku, pemikiran yang didapat dari pergulatan penyair dengan kehidupan akan tetap hidup dan berdaya sampai pada pembaca, bahkan setelah si penyair mati.

Penerbitan buku ini beserta alasan yang terurai di atas tentunya tidak terlepas dari subjektifitas penerbit. Kesadaran tersebut yang pada akhirnya membuat kami juga menyadari bahwa kualitas karya sastra yang menguasai distribusi kesusastran pun merupakan hasil dari penilaian yang tidak terlepas dari subjektifitas lembaga penerbitannya. Maka dari itu, buku ini kami hadirkan untuk menawarkan alternatif kualitas dan pemikiran karya sastra, dalam konteks khasanah kesusastraan dan kebudayaan.


Penerbit       

No comments:

Post a Comment