Orang-orang menebar citra bahagia. Itu menjadi lebih penting, ketimbang berusaha bahagia. Citra-citra yang tertebar menebar
teror bagi siapa saja untuk turut serta.
“Turut serta bahagia?”
“Tidak! Turut serta menebar citra
bahagia.”
Tiap jiwa bergelora dadanya, malu untuk
tidak nampak bahagia. Bahkan akan melakukan apa saja, mengeluarkan biaya, untuk
nampak bahagia.
Ini masa dimana citra adalah utama.
Kesombongan yang katanya nista, justru tampil sebagai lakon utama. Apa kata
orang menjadi lebih penting ketimbang apa kata hatiku.
Orang-orang berbondong-bondong
berangkat kerja tiap pagi, untuk gaji di genggaman jari.
“Jari memang luar biasa peranannya.”Menjadi wakil diri dalam manifestasi
citra diri. Dengan jari-jari mereka membeli, menunjukkan keberhasilan berkonsumsi, lalu membagikan
citra bahagia dalam kesenangan ekstasi. Kemudian bangga dalam waktu yang tak
seberapa. Setelah tuntas habis bangga, buru-buru harus menggenggam gaji lagi,
untuk belanja lagi.
“Ini aku, lihatlah ini aku, betapa
bahagia aku, wahai dunia!”
Manusia banyak sekali jumlahnya.
“Tiap satu, ingin mengada. Dianggap
ada. Berbuat apa saja; untuk diakui bahwasanya ada di dalam pergaulan antar
manusia.”
Modernisasi menuntut
kecepatan-percepatan. Maka ‘instan-isasi’ jadi jalan untuk lari. Pergaulan
antar manusia direduksi menjadi perkenalan antar citra.
“Adanya aku adalah terlibatnya aku di
dalam lingkaran trendi.”
Untuk masuk ke dalam lingkar itu, ada seperangkat
syarat yang musti dibeli sebagai tiket masuk. Ada yang berkemampuan tunai, ada
yang berkemampuan kredit.
“Sialan, dasarnya itu bukan esensi! Lingkaran
trendi terus berubah-ubah.”
Orang-orang berlari kesana-kemari, dari
trendi satu ke trendi yang baru. Tak jarang trendi lama menjadi trendi baru.
Kerumunan satu ke kerumunan yang lain. Daur ulang sampah peradaban oleh mesin
industri menjadi semacam perhiasan yang memabukkan.
“Dasarnya tangan-tangan itu pintar
dagang.” Siksa iklan menjelma kitab suci, semacam peta semesta masa kini.
“Adakah kita lelah?” tanyaku.
“Hidup adalah perjuangan!” katamu.
Coretan penganggur, tgl lupa bulan lupa
tahun 2017
No comments:
Post a Comment