Wednesday, 21 March 2018

TEATER SANDILARA : H –1 PEMENTASAN “CAHAYA DAN SAMPAH”, GAMELAN DI TANGGUL HARUS TETAP DI TABUH


       Saya laporkan liputan singkat sebagai syarat “magang” di koran Medan Prihatin, yang rencananya akan terbit setiap tidak tenggelam. Berita remeh perihal persiapan pentas teater “amatir” yang menganggap bahwa “kemaki” adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda, bukan tanpa alasan, sebab istilah idealisme, militan, gerilyawan, rasanya terlalu berat untuk kami sandang, pemuda di jaman now, para teaterawan yang selalu tangi awan. Semoga diposting di Pojok Sejarah, tulisandilara.blogspot.com.



Menjelang pementasan Teater Sandilara yang jatuh pada hari jumat dan sabtu, rutinitas nabuh gamelan yang selama ini sudah berjalan dengan baik setiap kamis malam tidak diliburkan. Beberapa teman di luar Teater Sandilara mengira bahwa H –1 di sanggar Kenthoet – Roedjito, Teater Ruang, pasti digunakan untuk persiapan pentas pikir mereka. Ya, hal itu dibenarkan oleh Joko Pitono, selaku direktur utama di Keluarga Karawitan Kurawa saat kami temui di kantor berita “Medan Prihatin”, “memang tempat sudah di tata sehari sebelum pementasan, tapi bukan berarti nabuh gamelan libur, kalau teman-teman menginginkan datang untuk latihan silakan tetap jalan, hanya mungkin letak penataan gamelan berubah, sebab sudah dipersiapkan untuk pementasan esok harinya”. Pada malam jumat nanti ­gladi bersih bisa diadakan sebelum waktu latihan rutin, setelah para Kurawa selesai melakukan cek sound.

            Keterangan senada juga diungkapkan Idnas Aral, pemain monolog “Cahaya Dan Sampah”, kebetulan berada pada satu kantor di Kios Pasar bubrah Panggungrejo, Jebres, Surakarta, “kalau malam jumat nanti teman-teman yang datang jumlahnya cukup, rutinitas nabuh gamelan tetap jalan, tidak berubah seperti biasanya. Pentas itukan urusan kelompok kami, nabuh gamelan kepentingan bersama, jangan sampai mengganggu apa yang sudah di bangun dan selama ini berjalan dengan baik, jadwal gladi bersih bisa diatur agar tidak bertabrakan”. Pentas memang penting tapi keperluan bersama dalam satu tempat kalau tidak begitu mendesak jangan ditinggalkan, seperti itu kira-kira pesan dari beliau.

            Demikian laporan dari kami, hasil “sidang isbat” Teater Sandilara di kios Pasar Bubrah, Panggungrejo, Jebres, Surakarta. Semoga dapat memberi informasi kepada teman-teman yang lain. Pesan saya, mari menulis selagi ada waktu, dibaca atau tidak dibaca orang-orang di hari ini bukan masalah, setidaknya ada usaha pendokumentasian peristiwa di sekitar, di lingkungan pergaulan sendiri, kelak bisa sebagai kenang-kenangan untuk anak cucu, biarpun isinya urusan-urusan yang berada di pojokkan jaman yang seringkali luput dari perhatian.


Surakarta, 21 Maret 2018


Mike Tingil
Berkesenian dengan motif mencari cewek
Mendaftar wartawan di Koran Medan Prihatin

No comments:

Post a Comment