Wednesday, 15 August 2018

MENGAPA KITA BERSANDILARA


Teater Sandilara

Sandilara—bila ditanya mengenai arti nama—adalah sebuah tirakat kesenian kami untuk mensimbolkan lara melalui estetika panggung kesenian teater. Kenapa lara? Sebab lara nyatanya memang selalu ada, dan lara adalah sebuah sinyal atau kritik dari sebuah tatanan keadaan. Keberadaan lara ialah dalam rangka "menyuarakan" ketidak-beresan. Kehidupan terus mengalami perubahan dari satu keadaan ke keadaan yang lainnya. Hidup menjumpakan tesis (kewajaran) dengan antitesis (kritik) kemudian menghasilkan sintesis yang kelak menjadi tesis yang baru. Dengan mensuarakan “lara”, Sandilara bertirakat untuk memposisikan diri sebagai bagian dari antitesis—pada lingkup berkesenian kami—dengan harapan untuk kehidupan yang lebih baik bagi kelas kami.

Memilih Panggung di Desa sebagai prioritas (antitesis kecil untuk letak dan fungsi kesenian)
Itu pilihan secara sadar yang kami anggap benar, tanpa mencoba menyalahkan pilihan kelompok teater lain. Jadi ibaratkan saja, ada yang suka sayur ada yang suka daging. Sayur ada bagusnya, daging pun ada. Semua pilihan memiliki alasan, demikian pula kami. Berdasarkan pengalaman berkesenian, kami melihat gejala kegamangan teater di tengah masyarakat. Masyarakat yang mulai menjauh bahkan tidak mengenal kesenian serius, khusunya teater, dan ditambah gejala para pelaku yang gamang. Jadi, yang tak tahu menjauh yang tahu memilih tak acuh.

Bukan bermaksud mengatakan bahwasanya kami adalah orang yang paling peduli, tetapi nyatanya fenomena langkah-langkah hanya mentok pada meja-meja diskusi kesenian. Sedang yang mereka kata “menyapa masyarakat” tidak lebih nyata dari argumen-argumen intelek belaka.

Dan nyatanya ketika kami memulai kami lebih merasa terpuaskan ketika penonton adalah dari masyarakat—tidak hanya sesama pekerja seni. Maka, kami semakin yakin dan kini berjalan hampir lima tahun. Semakin lama, kami semakin yakin dengan pilihan kami dan tetap tidak menyalahkan pilihan kelompok lain, sembari menjadi usaha antitesis kecil terhadap letak dan fungsi kesenian.

Tidak Transaksional
Pada awal kehadiran kami di sebuah desa—meminta ijin untuk berpentas—selalu kami ditanya apa maksudnya. Pada masa kampanye kami ditanya dari partai mana. Pernah dianggap sebuah promosi produk kesenian kami. Pernah pula dianggap memiliki basis pendanaan yang besar, sehingga diminta untuk membayar kalau ingin berpentas.
Padahal, bila ditanyai mengenai apa maksudnya, ya jawabnya ada pada apa yang kami pentaskan nanti. Kami tidak bertransaksi, dalam arti tidak meminta hasil praktis/income yang telah di targetkan, entah wujud uang atau apapun yang biasa dikata laba. Kami melakukan ini, karena inilah wujud eksistensi kami. Bahasa sederhananya, ada yang tataran hidupnya perlu dugem, karaoke, holiday, maka tataran hidup kami perlu bersuara dalam bentuk karya teater. Jadi bukan lantaran profesi, karena bukan untuk menghasilkan uang atas kerja kreatif kami.   

Kami Bergerak
Jika dikatakan ini adalah sebuah pergerakan, ya ini sebuah pergerakan, karena kami bergerak. Tapi jika dikatakan sekedar kegiatan, ya ini sekedar kegiatan. Entah sebagai pergerakan atau sekedar kegiatan itu, di dalamnya kami adalah manusia-manusia yang bergerak dan mengalami perubahan-perubahan. Jadi kesimpulan kami akan terus mengalami perubahan-perubahan, kami mendatang tentulah tidak akan lagi sama dengan kami yang tertulis di sini.
Demikian profil singkat “lima tahun kami.” Semoga dapat menjadi sebuah perkenalan yang baik dan sanggup menjelaskan, “mengapa kita bersandilara?”

No comments:

Post a Comment