Sebagaimana pagi-pagi
sebelumnya, disela-sela sarapan pagi bersama Ibu, terselip obrolan-obrolan
ringan seputar hari-hari yang kemarin dilalui serta hari yang akan di
tuntaskan. Tapi tiba-tiba Ibu bertanya yang wagu.
"Le,
Internet-Banking kui opo?"
Lah iki pertanyaan opo ? Kok wagu, kok aneh, Ibu yang kalau mau ambil uang ke mesin ATM selalu gagal kok tiba-tiba tanya soal Internet Banking. Kan wagu, kan aneh. Ya respon pertama saya langsung nguyu sejadi jadinya, sampai tersedak, sampai muka Ibu merah bercampur antara malu dan mau marah diketawain anaknya. Setelah selesai kewata dan tersedak saya, langsung Ibu saya tanyai terus menerus, kok tanya soal Internet Banking, buat apa, siapa yang cerita, dan kok ya kepikiran sampai tanya ke anaknya. Karena ini bahaya, kalau sampai pada pernyataan "Le, buatkan Ibu Internet Banking, Le Ibu diajari Internet Banking". Lha wong diajari copy-paste tulisan di Whatsapp saja selalu lupa, diajari bagaimana cara swafoto saja selalu bertanya lagi kok, ini malah aneh-aneh Internet Banking.
Setelah diusut sebagaimana film-film detektif mencari informasi, jebul pengetahuan Ibu soal Internet Banking berasal dari omongan tetangga yang lebih muda dari Ibu, juga lebih konsumtif bila dibanding Ibu. Katanya begini, "mBa, bikin Internet Banking aja, minta tolong anaknya, nanti belanja-belanja online jadi gampang, tinggal milih sambi tiduran, beberapa hari barangnya sudah dateng". Wah gila ! Ibu harus segera diselamatken, diamanken, dan ditatar, karena akan sangat berbahaya!
Meminjam kata-kata orangtua yang melarang anaknya berkesenian. Ya saya bilang,
"Ndak usah Bu,
itu ndak ada gunanya, membawa pengaruh buruk! Nanti menganggu fokus kuliah Ibu,
eh buka toko"
Wah bahaya, pikir
saya. Ibu yang sudah mencapai usia 50an tahun, dan sudah terlalu jauh
tertinggal zaman, kalau sekarang harus mengikuti zaman dikit demi sedikit, ya
jelas bisa terbawa arus, kentir
hanyut sampai jauh.
Hari ini adalah hari
dimana aku dan kita semua akan perlahan menuju pada zaman dunia maya,
keterlibatan dan kehadiran fisik sudah akan tidak begitu di butuhkan lagi.
Dimulai dari media-media cetak yang terganti oleh online, lalu pada media
percakapan juga sudah tergantikan lewat percakapan dengan aplikasi seperti
Line, Bbm, Whatsapp dan lain sebagainya. Pun hari ini uang secara fisik telah
perlahan tergantikan oleh uang virtual, sebelumnya menggunakan kartu ATM,
kemudian sekarang, hanya dengan gawai kita dapat mengakses segala yang akan
kita beli dari memang karena butuh sampai pada hanya kita inginkan. Rebahan di
atas kasur, memagang gawai, melihat sempak
denim, kok sepertinya lucu dan mungkin nyaman dipakai, ya beli, kok melihat
kaos tokoh yang dibikin paragraf bagus ya langsung beli, melihat linimasa instagramnya
kutubbuku kok bagus-bagus ya langusung pesan, langsung bayar lewat Internet
Banking. Tidak usah beranjak, tidak usah kemanapun, segala keinginan tandas
dikasur. Ya antara baik dan tidak, antara menguntungkan dan merugikan, tinggal
darimana sudut pandang dan bagaimana cara menyikapi. Tapi ya, ini adalah
perkara dimana uang bila dikonversi ke arah virtual akan menuju pada tidak
sadarnya kita dalam memenjemn uang, hla bagaimana, wong uangnya kita ndak
pegang dan hanya melihat, seratus duaratus dan tigaratus rupiah berkurang kan
ya tidak terasa. Tapi itu kan ya uang, dan lagi sikap pengendalian diri untuk
tidak harus pergi kemanapun membikin semakin pendek arah pikiran, kaget, tidak
ada rem, gasssss terusss, beliiii terusssss, konsumsiii terusssss. Was wuss
ewes ewees bablas kesaranya.
Lebih lagi dimana-mana sekarang banyak layanan penyedia kredit diluar Bank, yang memang nanti pembayarannya yang dipotong dari kartu kredit maupun debit kita di bank. Dengan segala adanya kemudahan yang terpampang nyata didepan mata kita, bagaimana dapat menolak, bagaimana dapat kita mangkir, selain daripada memotong segala sifat dasar manusia yang kepingin melebihi orang lain, atau sekurang-kurangnya sama dengan orang lain. Ya kalau lingkungan sekitar mendukung itu, kalau lingkungan sekitar malah menuntut kita untuk menjadi lebih dan lagi. Waaaah ! Gasswaaaat! Pertama sudah hilangnya kontrol uang yang kita miliki, dengan cara semua pembayaran lewaf virtual sehingga kita tidak dapat mengawasi uang keluar dan masuk dalam artian berapa ratus atau ribu rupiah dari potongan blablabla. Eee ditambah lagi segala hutang cicilan yang menumpuk dari segala ingin yang harus kita bayar.
Ah lalu saya lekas-lekas mendoa, agar Ibu menjadi manusia zaman old, dan jangan sampai mengerti tentang hidup zaman now, sebagaimana tetangga-tetangga yang mulai renggang akibat grenengan, ngomongin tetangga lain di facebook dan jebul konangan, ketahuan. Kan malah serba repot dan wagu.
Klaten 22 Januari 2018