Belum
lagi kentut pertama hilang dari pendengaran, lagi kentut kedua, ketiga dan
sampai terakhir ke tujuh saling menyusul seakan tak mau ketinggalan. Begitulah
kebiasaan Mas Bei, penulis puisi yang telah di bukukan dengan judul
"Petaka kata" eh "Petapa Kata". Mengangkat bokong dan
membunyikan suara kentutnya ditengah obrolan dengan senyaring mungkin yang Ia
bisa lakukan adalah kegiatan yang tidak bisa tidak di lakukan bilamana telah
akrab dengan Mas Bei.
Tapi pun,
tak sembarang orang akan menerima kentut Mas Bei sebagaimana orang yang telah
akrab dengannya, ada yang akan marah-marah dan merasa jijik dengan kentut Mas
Bei, berlaku sok sopan dan santun, seakan-akan kentut adalah hal yang perlu dan
wajib dikutuki bilamana terdengar oleh orang lain. Kentut adalah penggambaran
sederhana dari bentuk sok sopan dan santunnya diri kita dari cara
menanggapinya, hlo apa yang salah dari kentut ? Wong itu adalah reaksi lambung,
yang memang wajar terjadi bila di dalam lambung terdapat banyak gas asam dan
harus di keluarkan. Tapi kok kita selalu merasa jijik dan aneh bilamana ada
orang yang sengaja kentut didepan umum ? kentut itu akan menjadi salah kalau
dikeluarkan didepan muka orang lain, atau dibunyikan saat berada diwarung
makan, tapi kalau kentut dibunyikan dikalangan pergaulan orang-orang yang telah
akrab, apa salahnya ? wong cuma kentut kok. Tapi kenapa sebagian banyak dari
kita merasa itu hal aneh dan tidak sopan ?
Mungkin, yang pertama adalah rasa traumatik
kita terhadap bau yang dihasilkan oleh kentut yang sebenarnya tidak semua
kentut akan berbau seperti got mampet, atau telur busuk, atau apa saja yang
mirip-mirip dengan bau tidak sedap. Tapi belum lagi bau itu hadir, sebagian
dari kita menjadi snewen dan lekas menjauh atau sekurang-kurangnya menutup
hidung dan mengumpati orang kentut.
Atau
mungkin, kemungkinan yang kedua, kebiasaan, dari sebagian kita mungkin sedari
kecil telah dididik oleh orang tua untuk bersopan santun, dan menjaga sikap
terhadap orang lain, termasuk kalau-kalau hendak kentut didepan umum haruslah
ditahan, atau sekurang-kurangnya diminimalisir bunyi daripada kentut itu,
kesopan santunan yang demikian yang akhirnya menjadi kebiasaan bahwa kentut
didepan orang lain hukumnya ; HARAM ! jadi tidak heran kita akan selalu
menutup-nutupi segala yang jujur dari diri kita atas nama kesopan-santunan,
menjaga nama baik, menjaga orang lain, atau agar tidak dikutuki oleh
orang-orang sekitar kita. Sebab itulah Mas Bei memberontak terhadap kebiasaan
yang latah, dimulai dari kentut, dan membiasakan diri kentut di mana saja Ia
mau dan masih dalam tataran empan papan.
Wong dari
kentut saja kita sudah mengekor dari kebiasaan yang ada, latah dan tidak pernah
berfikir panjang tentang hal itu. Apalagi hal-hal lain, yang dikata orang
banyak adalah adat, adalah sopan satun, budi pekerti, dan banyak hal lain yang
kita telah mengekor pada kebiasaan sebelumnya, tanpa pernah berinisiatif untuk ngonceki. Ah kenapa harus berfikir soal ngonceki kebudayaan sebelumnya, wong segala kebudayaan arab dan barat
telah dimakan mentah-mentah oleh muda-mudi zaman
now, tanpa saringan, masuk secara wutuh
didalam diri samapai-sampai yang keluar juga sama persis dan tidak ada
seujung incipun berbeda. Sedang simbah-simbah kita selalu mengadaptasi dan
mecocokan budaya luar dengan kepribadian sekitarnya, sekurang-kurangnya bakmi
dari negri cina yang telah diadaptasi menjadi bakmi Jawa.
No comments:
Post a Comment