Wednesday, 17 January 2018

Kentut pemberontakan Mas Bei

Belum lagi kentut pertama hilang dari pendengaran, lagi kentut kedua, ketiga dan sampai terakhir ke tujuh saling menyusul seakan tak mau ketinggalan. Begitulah kebiasaan Mas Bei, penulis puisi yang telah di bukukan dengan judul "Petaka kata" eh "Petapa Kata". Mengangkat bokong dan membunyikan suara kentutnya ditengah obrolan dengan senyaring mungkin yang Ia bisa lakukan adalah kegiatan yang tidak bisa tidak di lakukan bilamana telah akrab dengan Mas Bei.

Tapi pun, tak sembarang orang akan menerima kentut Mas Bei sebagaimana orang yang telah akrab dengannya, ada yang akan marah-marah dan merasa jijik dengan kentut Mas Bei, berlaku sok sopan dan santun, seakan-akan kentut adalah hal yang perlu dan wajib dikutuki bilamana terdengar oleh orang lain. Kentut adalah penggambaran sederhana dari bentuk sok sopan dan santunnya diri kita dari cara menanggapinya, hlo apa yang salah dari kentut ? Wong itu adalah reaksi lambung, yang memang wajar terjadi bila di dalam lambung terdapat banyak gas asam dan harus di keluarkan. Tapi kok kita selalu merasa jijik dan aneh bilamana ada orang yang sengaja kentut didepan umum ? kentut itu akan menjadi salah kalau dikeluarkan didepan muka orang lain, atau dibunyikan saat berada diwarung makan, tapi kalau kentut dibunyikan dikalangan pergaulan orang-orang yang telah akrab, apa salahnya ? wong cuma kentut kok. Tapi kenapa sebagian banyak dari kita merasa itu hal aneh dan tidak sopan ?

 Mungkin, yang pertama adalah rasa traumatik kita terhadap bau yang dihasilkan oleh kentut yang sebenarnya tidak semua kentut akan berbau seperti got mampet, atau telur busuk, atau apa saja yang mirip-mirip dengan bau tidak sedap. Tapi belum lagi bau itu hadir, sebagian dari kita menjadi snewen dan lekas menjauh atau sekurang-kurangnya menutup hidung dan mengumpati orang kentut.

Atau mungkin, kemungkinan yang kedua, kebiasaan, dari sebagian kita mungkin sedari kecil telah dididik oleh orang tua untuk bersopan santun, dan menjaga sikap terhadap orang lain, termasuk kalau-kalau hendak kentut didepan umum haruslah ditahan, atau sekurang-kurangnya diminimalisir bunyi daripada kentut itu, kesopan santunan yang demikian yang akhirnya menjadi kebiasaan bahwa kentut didepan orang lain hukumnya ; HARAM ! jadi tidak heran kita akan selalu menutup-nutupi segala yang jujur dari diri kita atas nama kesopan-santunan, menjaga nama baik, menjaga orang lain, atau agar tidak dikutuki oleh orang-orang sekitar kita. Sebab itulah Mas Bei memberontak terhadap kebiasaan yang latah, dimulai dari kentut, dan membiasakan diri kentut di mana saja Ia mau dan masih dalam tataran empan papan.

Wong dari kentut saja kita sudah mengekor dari kebiasaan yang ada, latah dan tidak pernah berfikir panjang tentang hal itu. Apalagi hal-hal lain, yang dikata orang banyak adalah adat, adalah sopan satun, budi pekerti, dan banyak hal lain yang kita telah mengekor pada kebiasaan sebelumnya, tanpa pernah berinisiatif untuk ngonceki. Ah kenapa harus berfikir soal ngonceki kebudayaan sebelumnya, wong segala kebudayaan arab dan barat telah dimakan mentah-mentah oleh muda-mudi zaman now, tanpa saringan, masuk secara wutuh didalam diri samapai-sampai yang keluar juga sama persis dan tidak ada seujung incipun berbeda. Sedang simbah-simbah kita selalu mengadaptasi dan mecocokan budaya luar dengan kepribadian sekitarnya, sekurang-kurangnya bakmi dari negri cina yang telah diadaptasi menjadi bakmi Jawa.

Klaten 18 Januari 2018

No comments:

Post a Comment