Pentas Teater Sangir di Delanggu |
Setiap
masyarakat akan melahirkan kebudayaan dengan kesenian di dalamnya. Masyarakat
kita yang agraris memiliki sebuah kesenian tradisi lesung. Lesung adalah alat tradisional
untuk mengolah gabah menjadi padi. Proses pengolahan tersebut dilakukan dengan
cara memasukkan gabah di cekungan lesung lalu gabah ditumbuk dengan tongkat
kayu (alu) berulang-ulang hingga beras
terpisah dari sekam.
Ketukan
alu pada lesung tersebut membentuk sebuah ritme sehingga mengundang para
penumbuk untuk bernyanyi dan menari dalam ritme tersebut. Berawal dari hal itu
maka bentuk tersebut pun dikemas untuk sebuah pertunjukan kesenian yang
biasanya dipentaskan pada malam gerhana bulan.
Pertunjukan
lesung pada malam purnama mengandung sebuah mitos dimana gerhana bulan adalah
akibat Betara Kala yang memakan bulan. Maka lesung adalah tubuh betara kala dan
lesung dimainkan dengan dipukul-pukul adalah harapan agar Betara Kala mau
melepaskan bulan.
Saat
ini kesenian lesung mulai pudar bersama perubahan masyarakat kita yang
cenderung menuju masyarakat industri. Selain itu lesung tidak lagi digunakan
untuk menumbuk padi, karena sudah digantikan dengan mesin modern. Teater Sangir
pun lahir dengan mencoba mengolah kesenian lesung dengan teater agar kesenian
tersebut mampu diterima kembali oleh masyarakat modern
Teater Sangir (Penggabungan Seni Lesung dan
Teater)
Teater
Sangir terbentuk sekitar dua tahun yang lalu. Sanggar mereka terletak di Desa
Krikilan, Kec. Kalijambe, Kab. Sragen. Berbeda dengan para penggiat teater yang
memulainya pada usia anak-anak atau remaja. Teater Sangir memulai kegiatan
Teaternya pada usia di atas 30 tahun bahkan 70 tahun. Di sela-sela kegiatan
mereka sebagai petani dan pedagang di daerah
Museum Sangiran mereka berlatih bersama Eri Aryani.
Bentuk
pertunjukan Teater Sangir adalah kolaborasi permainan perkusi lesung dengan
teater. Sebelumnya para ibu-ibu anggota Teater Sangir adalah pemain perkusi
lesung yang biasanya pentas di acara kampung.
“kula tani, biasanipun nggih klotekan
lesung pas malem purnama.” ucap Sonowainem anggota yang paling tua.
Perempuan
72 tahun tersebut juga menceritakan bagaimana dulu sangat sering berpentas di
acara-acara kampungnya. Dan dia juga sangat senang karena sekarang bisa sering
berpentas lagi dengan lesung.
Pembentukan
Teater Sangir berawal dari kolaborasi para anggota dengan Teater Ruang pada
acara Srawung Seni di Sangiran. Setelah acara tersebut berlanjut dengan
terbentuknya Teater Sangir dengan para anggota yang terdiri dari pemusik :
Sutiyah (52), Sugiyarti (58), Supiyatini (58), Sonowainem (72) dan pemain
teater: Siti (34), Wanti (31), Suginem (56), Sugiyem (60).
Teater
Sangir telah berpentas di berbagai tempat antara lain Pacitan, Sragen, Pati,
TIM (Jakarta), dan lain-lain. Terakhir mereka berpentas di Gabahan, Kelurahan
Sonorejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo (25 Agustus) dan di
Jogosatron, Kelurahan Sabrang, Kec. Delanggu, Klaten (27/8).
Eri
Aryani sebagai penggagas dan sutradara Teater Sangir menjelaskan bahwa proses
penggarapannya mengikuti karakter para pemain.
“Jadi
naskah saya tulis mengikuti orangnya seperti apa. Kalau diminta menjadi
karakter tokoh seperti apa akan kesulitan.” Ungkapnya
Ia juga
menjelaskan bahwa kendalanya adalah karena para pemain adalah ibu rumah tangga
yang tentunya banyak urusan mengenai keluarga lebih sulit untuk fokus dalam
menghapal dialog dan adegan.
Teater
Sangir telah mementaskan dua naskah karya Eri Aryani antara lain “Balung Buto”
dan “Guest”. Naskah-naskah yang dimainkan tersebut biasanya bercerita tentang
kemajuan industri yang tidak mengindahkan keasrian budaya dan alam.
Sambutan
masyarakat terhadap pementasan Teater Sangir baik. Salah satunya Tuginem (70), ia melihat pertunjukan Teater
Sangir di Gabahan (25/8) dan ikut memainkan lesung sebelum pertujukan.
Ia
menjelaskan bahwa dulu sangat sering memainkan lesung pada acara-acara
kampungnya. Dia juga sangat senang dengan hadirnya Teater Sangir di desanya.
“saget nambani kangen kula..” ungkapnya
Teater
Sangir merupakan warna baru dalam kesenian teater Indonesia. Dengan hadirnya
Teater Sangir diharapkan mampu merangsang kita untuk kembali menggali kesenian
tradisi kita yang sangat kaya. Selain itu, lesung yang dihadirkan adalah
pengingat kita bahwa kita adalah masyarakat agraris.
No comments:
Post a Comment