Lagi,
masih di tempat yang sama di Desa Semin, disuatu tempat sekelompok masiswa
melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Tetapi dengan peristiwa yang berbeda.
Disuatu
adzan ashar pertama di Desa tersebut, sekolompok mahasiswa berlarian menuju
masjid untuk melakukan shalat ashar jamaah, ada yang memang sudah menjadi
rutinitas sehari-hari untuk salat jamaah, pula ada yang menjaga nama agar
dipandang baik oleh warga.
Ada yang
mencuri fokus pandangan saya ketika akan masuk kedalam masjid yang berisi
beberapa warga. Hand Phone (hp) warga tergeletak di luar pintu masjid,
berderet rapi seakan ditata untuk dijual. Di dalam hati saya bertanya, kenapa
hp hp tersebut berjejer diluar masjid. Sampai didalam masjid dan bahkan di
sela-sela bait doa yang saya ucap ketika salat, pertanyaan tersebut menganggu
pikiran saya, bahkan saya sendiri yang bukan pemilik merasa ketakutan, apakah
tidak akan hilang tadi hp hp yang dijajarkan, yang seakan mengundang maling.
Selesai
salat, saya segera keluar masjid, ingin rasanya segera menyelesaikan rasa
penasaran yang mengganggu pikiran tersebut. selang beberapa saat, para pemilik
hp tersebut keluar dan mengambil hp tersbut. Saya yang haus jawaban, segera
bertanya,
“ Hlo,
Pak, kok hp nya ditaruh di luar? Apa ndak takut hilang”
“ Oh,
Mas KKN, hla saya ndak bisa mematikan deringnya Mas, daripada nanti didalam
nganggu, toh didalam masjid tidak pake hp. Kalau soal maling, ya ndak mungkin,
disini ini ndak ada maling, Mas, sepeda motor saja di taruh di halaman rumah,
dengan kuncinya masih menempel”
“Kuncinya
masih nempel Pak ? hla kok kayak ngundang maling”
“hla
kenapa takut, maling itu ndak ada disini, semua nya sudah bisa makan dan cukup,
ya ndak ada maling to, terakhir ada maling itu 4 tahun yang lalu, itupun
langsung ketangkep, hla bukan warga sini, mau lari malah bingung sendiri cari
jalan, malah terperosok ke lubang, ya ketangkep”
Betapa kepercayaan
masih tebal disana, betapa sedikitnya rasa takut untuk kehilangan yang timbul
di benak warga. Betapa sangat berbebalik posisi tersebut dengan peradaban maju
yang terjadi kota kecil maupun besar, dan bahkan di pinggiaran kota yang
memakan sisa-sisa remah peradaban modern dengan tanpa saringan. Pada peradaban
masa kini kepercayaan antar individu begitu tipis, rasa curiga selalu dipupuk
atas nama motif ekonomi. Bahkan sampai berbuat baik saja masih dicurigai akan
berbuntut meminta imbalan, meski kadang yang terjadi adalah demikian.
Tetapi,
di peradaban era kini, rasa percaya yang semakin terkikis kian memperburuk
kedaan, kata “jangan-jangan, kalau-kalau” selalu menjadi dasar atas rasa
ketidak percayaan yang ada. Seperti jika saat akan berbuat baik “jangan-jangan
nanti saya dicurigai yang bukan-bukan” yang pada akhirnya akan membatalkan niat
baik tersbut. Krisis kepercayaan antar individu tersebut pula memicu duga dan
prasangka, bahwa yang disekitar kita semua adalah maling, adalah garong, yang
kapan dan bagaimana saja akan siap merampas dan merampok apa yang kita miliki.
Pikiran
yang polos, dan prasangka baik, yang akan menyelamatkannya, seperti kejadian di
masjid tersebut, betapa polosnya karena tidak mampu mematikan dering, hp hanya
di gletakan saja diluar, di taruh saja begitu. Karena memang mereka berfikir,
tidak ada yang mengambil, kalau toh hilng, berarti bukan diantara yang menghuni
Desa tersebut yang mengambil, karena mereka telah saling percaya, bahwa yang
disekitar mereka tidak akan yang berniat maling atau menggarong. Pula, pikiran
yang polos dan prasangka baik tersebut yang kemudian akan membebaskan diri dari
ketakutan-ketakutan rasa kehilangan, rasa percaya akan menuntut diri untuk
bebas dari ketakutan-ketakutan yang justru aka membebani tiap pribadi untuk
melaju ke depan.
Apakan saya,
kamu, anda, kalian dan kita masih sering takut dan tidak percaya satu sama
lainya? Yang akhirnya membebani pribadi masing-masing atau bahkan kelompok? Jika
iya, maka saya juga yang tengah mengajak diri saya sendiri mengajak kalian
untuk membebaskan ketakutan-ketakutan tersebut !!!
Idnas
Aral.
No comments:
Post a Comment