Monday, 21 March 2016

Marsinah: Dulu ialah ia, kini ialah kami, esok mungkin juga kau !


Marsinah, pejuang dan korban
Sebagai anak muda dan pekerja teater, kami sering berkumpul untuk berbicara mengenai wacana kecacatan hukum dan kesalahkaprahan fungsi birokrat negeri. Ambillah salah satunya, Marsinah. Melalui karya-karya yang diperjumpakan kehidupan, peristiwa-peristiwa sekitar, wacana tersebut kami perbincangkan. Penggusuran, manipulasi hukum, monopoli ekonomi, yang senantiasa lahirkan korban.
Kami dan permasalahan itu ialah berjarak, kami berada pada titik di luar permasalahan itu dan sekedar membicarakan.
Apakah kesadaran-kesadaran yang lahir dari perbincangan kami ada guna? Setidaknya untuk kami sendiri? Ada atau tidak ada.
Sampai tulisan ini saya tulis,  adakah? tidakkah ada? sedikit saja guna dari kesadaran-kesadaran pada kecacatan hukum dan birokrasi negeri masih belum kutemu jawabnya.
Waktu berjalan, ternyata nasib membawa permasalahan itu kepada kami, kami yang dulunya hanya sekedar membicarakan kini menjadi bagian, kami turut menjadi korban. Tak sedikitpun daya untuk melawan, segala kemengertian dan analisa yang kami himpun selama ini, bisa kau kata sia-sia. Kami pasang kuda-kuda toh sembari berjalan mundur juga. Jadi apa benar semua sia-sia? Silahkan engkau kata: tetap kami kalah.
Korban, kata yang selama ini sering kami perbincangkan. Korban, kini ialah kami. Orang-orang yang kalah dalam pergulatan, yang selama ini menjadi keberpihakan kami. Kini ialah kami.
Dulu kami berpikir bahwasanya menjadi korban dari busuknya hukum dan durhakanya birokrat akibat ketidakpahaman dan kekurang kritisan mereka terhadap keadaan, sehingga kurang waspada dan kuda-kuda. Nyatanya, setelah masuk dalam lingkaran korban musnahlah segala teori dan wacana-wacana yang telah kami pahami. Segala manusia kami seketika tereduksi menjadi angka-angka tumbal peradaban.
Tulisan ini saya buat adalah memintamu untuk siaga. Toh, kesiagaan saja tidak cukup apalagi ketidaksiagaan.
Nyatanya,
kami mencakari angin....
kami meninju udara...
kami berteriak di dalam ruang hampa suara...
bola salju yang bernama ketidakadilan itu terus menggelinding..
korban, dahulu ialah mereka
kami, kini di dalamnya...
nanti apakah engkau jua di dalamnya... Semoga tidak

 21 Maret 2016

No comments:

Post a Comment