Dari Facebook, saya melihat teman-temanku bahagia. Bertebaran
foto-foto kebahagian, status-status kemesraan, cerita-cerita perjalanan
tamasya, kisah-kisah keberhasilan mereka, dan segala sesuatu yang menandakan
betapa indah hidup mereka.
Foto Anak Kos yang kurang bahagia |
Dari Facebook, saya menjadi mengerti ternyata hanya saya
yang tidak bahagia, sedang teman-temanku bahagia. Hanya saya yang tidak sukses
sedang teman-temanku sukses.
Dari Facebook, saya menjadi mempertanyakan pandangan
mengenai kehidupan yang dipeuhi dengan ketidakadilan dan kesengsaraan.
Dari Facebook, citra-citra kebahagiaan yang ditebarkan
oleh teman-teman saya telah membuat saya terpojok, bahwasanya cara hidup yang
telah saya pilih adalah salah. Kesepian dan perenungan adalah ketidakwajaran yang
musti saya tinggalkan.
Dari Facebook, saya berpikir apakah kebahagian
teman-teman saya ialah sekedar pencitraan atau memang benar bahwasanya mereka
bahagia.
Dan
haruskah saya turut serta berkata: Aku bahagia! Aku bahagia! Kehidupan ini
indah dan baik-baik saja! Biar hujan bom, panen kematian, musim penggusuran,
biar, biar, toh saya tetap bahagia. Saya Bahagiaaaaaaaaaa!!!!!!!!!
Tetapi
kemudian seorang Anam berkata pada saya, “apa yang anda pikirkan itu berbeda
dengan apa yang anda rasakan mas.”
21 Maret 2016
No comments:
Post a Comment