Friday, 15 April 2016

Modernisasi Berhasil - Budaya Kita Hilang


Bahwa bukanlah kegagalan pembangun atau kegagalan modernisasi yang menakutkan, namun justru keberhasilannya. – Wolfgang Sach (1992) –
Keberhasilan modernisasi yang sedang bergulir ini akan menyeragamkan dunia dalam satu pandangan, yakni pandangan barat. Penyeragaman itu artinya akan menghilangkan kebudayaan-kebudayaan yang beraneka ragam, termasuk kebudayaan kita yang asli.
Bukan tidak beralasan ketakutan yang dikemukakan oleh Wolfgang tersebut. Tahun 1992 telah ia kemukakan hal tersebut, dan sampai sekarang untuk sekedar terbersit di benak saja kita belum. Padahal modernisasi yang sampai sekarang bergulir telah dikritik sejak 1980 oleh sebagian besar para ahli teori Pasca Pembangunan (termasuk Wolfgang). Tahun 1980, mereka menyatakan bahwa pembangunan (yang sampai sekarang masih berlangsung) telah usang dan menuju kebangkrutan sehingga memerlukan alternatif baru.
Teori Pasca Pembangunan menyajikan pemikiran bahwa pembangunan harus memperhatikan keadaan konteks lokal, budaya, dan sejarah.
Indonesia
Membaca ketakutan Wolfgang dan melihat realitas kebudayaan Indonesia sekarang, nampaknya modernisasi semakin menampakkan taring keberhasilannya. Tetapi kenapa kita tidak merasa takut, padahal adalah kita si pemilik kebudayaan yang digrogoti oleh modernisasi yang tengah digulirkan dunia barat itu.
Kenapa kita tidak takut? Ada dua kemungkinan, yakni kita adalah pemberani atau keterlaluan bodoh.
Kita tidak takut bahasa-bahasa daerah yang mulai hilang. Lihatlah baliho-baliho  bertuliskan istilah-istilah asing dengan congkaknya mengangkangi bahasa-bahasa daerah, dan kita lumrahkan hal itu. Berkembang pula kecenderungan menstratakan bahasa daerah di struktur bawah, di bawah Bahasa Indonesia yang berada di bawah Bahasa Inggris. Ngeri, tak ada yang mengkritisi bagaimana Televisi menebar paradigma Bahasa Jawa sebagai bahasa kelas rendah.
Kita tidak peduli dengan karya-karya seni kebudayaan asli kita yang bahkan untuk memiliki cita rasa menikmatinya saja kita sudah tidak mampu apalagi kemampuan untuk menciptanya. Kebudayaan asli direduksi ke dalam slogan, museum, dan tempelan upacara penyambutan pejabat.
Jika keadaan diteruskan, maka akan lahir generasi yang alpa dari kebudayaan asli, tidak berkarakter, lalu tak mampu mencipta, hanya membeli dan membeli.
Apa jadinya jika kita tidak mewarisi kebudayaan asli? Lahirlah kita menjadi masyarakat konsumen dari kebudayaan luar yang menjajah atau menghegemoni. Terus kita akan mengekor sampai kapanpun, karena mereka pemilik kebudayaan dan kita hanyalah peniru.
Sangat disayangkan, karena nenek moyang sebenarnya tidak meninggalkan suatu keadaan yang kosong budaya. Banyak peninggalan-peninggalan leluhur yang merupakan puncak pencapaian jaman, tetapi sikap kita justru merendahkan dan memngambil langkah untuk meninggalkan. Kita memilih segala yang bukan dari kita, kita sukai, kita puja, kita beli ! Sedang yang sudah kita punyai malah kita buang.
Semua telah dirancang, semua telah diprogramkan oleh negara-negara barat, melalui modernisasi.
Inilah Indonesia kini ! Dalam keadaan yang telah diramalkan oleh Wolfgang, dan akan terus berjalan di ambang keadaan yang ditakutkan Wolfgang, yakni keberhasilan modernisasi yang artinya kemusnahan kebudayaan kita.
Hancur budaya kita, maka akan hancur segala di dalamnya !


No comments:

Post a Comment