Wednesday, 20 April 2016

Gila ! Ini kapitalis namanya ! (Bagus Prakoso)

“Hlo kan saya tidak pakai layanan itu, kok disuruh bayar, ya tidak mau lah saya”

“Tapi, Pak, di tagihan sudah tertera bahwa Bapak memakai layanan tersebut”

“Kamu sarjana ?”

“Iya, Pak”

“Apa Sarjana memang didik tuli ? Saya kan sudah katakan, bahwa saya tidak pernah memakai layanan tersebut, dan bahkan semua layanan yang ada sudah diputus semenjak tanggal 1, kok saya dibebankan pembayaran, kan tidak logis”

“Tapi, Pak..”

“Waaah tuli betul saudara ini, saya tidak memakai layanan itu, kok ngeyel, sekarang kamu cek semua akses di layanan saya, kamu prin dan saya kepingin melihat”

“Baik, Pak, tunggu sebentar”

Terdengar oleh Slamet sayup-sayup pertengkaran yang terjadi antara seorang Bapak dan pelayan sebuah kantor internet pasca bayar. Slamet yang lontang-lantung dirumah, di perintahkan oleh Omnya untuk membayar tagihan telepon dan internet, sekalian jalan-jalan pikirnya. Bapak yang tadi marah-marah menghampiri Slamet dengan muka yang masih kecut.

“Mas, disini keperluannya apa ?” Tanya kepada Slamet, seketika dengan sedikit gugup Slamet menjawab.

“Membayar tagihan, Pak”

“Mas, Mas itu masih muda, harus mulai kritis, ini kantor kapitalis, kalau Mas tidak kritis dan detail melihat tagihan, Mas bisa tertipu!”

“Masa kantor begini bagus, bersih, rapi, wangi kok penipu, Pak, itu Mas dan Mbaknya yang melayani bajunya bagus-bagus, masak nipu Pak ?”

“Waaaah, Mas pasti orang baru di Ibu Kota, dari desa pasti. Yak an ? , Jangan mudah tertipu dengan dasi dan pakaian rapi, Mas, ini semua penyamaran, sama seperti di film-film detektif itu, penyamaran. Perah liat film detektif kan ?”

“Pernah, Pak, film Conan”

Slamet menjawab asal saja, karena malas dan ingin segera mengakhiri percakapan dengan seorang yang menyeramkan itu, berambut gondrong dikucir, suara serak yang bikin sakit kuping. Tapi, sialnya lelaku paruh abad itu masih nyrocos saja.

“ Ya itu juga detif, Mas. Mereka juga sama, menyamar, dengan pakaian rapi, tapi maling, Mas! Masa, wong saya itu tidak pernah merasa menyetujui akses layanan telepon gratis, kok tiba tiba di bebankan tagihan itu, kan tidak wajar, Mas! Dan dikritik kok malah ngotot, dan lagi, Mas, layanan saya sudah diputus sebelas hari, kok masih disuruh bayar! Gila kan ? itu gila ! dikantor sebagus dan sebesar ini, masa ya kesalahan seperti itu bisa terjadi ! Bayangkan, kalok itu orang kaya yang kena, ya bayar saja, paling berapa seratus ribu, hla saya ini kere, saya pilih paket saja yang paling murah. Untung saya kere, Mas, jadi saya kritis, kalau kaya, kepala saya mungkin tumpul, Mas!”

Slamet ndak habis pikir, wong kere kok untung, siapa yang gila ? begitu pikir Slamet dalam hati!

“ Pak, silahkan duduk kembali disini, sudah saya prink an”

Bapak itu dipanggil, dan Slamet pun lega tidak mendengar suara serak itu lagi.

“Iya Pak, kami meminta maaf, ternyata memang kesalahan dari kami”

“ Tadi ngotot, sekarang minta maaf, permasalahannya bukan siapa yang salah, Mas! Tapi kenapa ini bisa terjadi di perusahaan sebesar ini ? Nasional hlo ini ! Gila ! Sengaja ? Mau mengeruk untung lebih lagi ? Ini bukan kali pertama, Mas ! Saya sebenarnya kepingin menuntut, tapi paling juga mentok di meja birokrat, nanti bisa-bisa saya di tuduh gila, ya kan ? Jangan senyam senyum saja, kamu ndak suka kan saya marah-marah seperti ini ? terpaksa kan senyummu, kalau ndak senyum kamu dipecat to ? Capek kan kamu denger orang-orang ngomel kayak saya tiap hari ? berapa gajimu ? mepet kan ? tapi tekananmu begini besar kan ? menghadapi langsung pelanggan, dimaki, capek ndak kamu dimaki tapi harus senyum ? padahal bukan salahmu, Mas ! Salah Bos mu yang kemaruk, yang pegen terus untung ! Ini namanya kapitaliseme Mas ! Kamu dianggap buruh dan kamu seperti robot ! Kamu sekolah lama dan mahal cuma untuk saya maki yang bukan kesalahan kamu ! terima tidak ? Tidak kan ? apa ayo berantem ? Tapi nanti kita masuk penjara ! repot kan ! Ini namanya kapitalisme Mas ! Saran saya kamu mending keluar saja, kalau tidak 2 tahun lagi kamu sakit stroke ! Hahahahahahaha”

Laki-laki itu terbahak-bahak, dengan serak dan kerasnya, Slamet bingung, wong tadi marah kok tiba-tiba terbahak-bahak, sampai batuk-batuk. Apa dia gila ?! ‘Ah Zaman Edan ini!!!” Begitu gumam Slamet.

“Yok, Mas, saya pulang dulu, sudah plong hati saya teriak-teriak tadi, kamu juga nanti boleh teriak-teriak seperti itu, biar tidak gila di Ibu Kota ini”

Sambil lalu Bapak-Bapak itu pergi tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut lagi dari pelayan.



Klaten, 20 April 2016


No comments:

Post a Comment