Thursday, 7 April 2016

Udin, gagal jadi seniman!! (Bagus Prakoso)

Pak sapto baru saja kekenyangan, makannya lahap. Pak Sapto mengabiskan sepiring kehidupan anaknya yang sekarang pelontos kepalanya, Pak Sapto merayakan kekalahan anaknya sendiri yang terpaksa masuk akademi kepolisian yang dinilai dari segi kedudukan akan lebih layak dibanggakan di banyak orang daripada hanya menjadi seniman yang mungkin pendapatannya buat beli rokok saja susah apalagi untuk beli susu anaknya kelak.

            Selain Udin takut dikatai durhaka karena tidak mau menuruti kemauan bapaknya, dia juga selalu ingat dengan almarhum ibunya yang berpesan untuk selalu membahagiakan kedua orangtuanya dengan sunguh sungguh. Hal itulah yang menjadi senjata pak sapto saat Udin nekat tetap menjadi daripada masuk akademi kepolisian seperti yang sudah dirancang saat Udin lahir di dunia supaya dapat meneruskan karier bapaknya yang gemilang. Setali tiga uang dengan Pak Sapto, Sumirah pacar Udin pun juga selalu senada dengan Pak Sapto, memaksa  Udin untuk masuk akademi kepolisian yang menurut dek Sumirah  pekerjaan itu akan cepat membikin Udin cepat terpandang seperti bapak Udin yang punya rumah mewah beserta pembantu yang berserakan. Sebab itulah Udin memilih kalah dengan tidak ikhlas, menyerah untuk yang katanya kebahagiaan bapaknya, dan demi dek Sumirah yang sudah akan mengancam akan pergi dari Udin kalau tidak segera hengkang dari dunia kesenian yang hampir pasti membuatnya kere secara materi.

Walau di benak Udin kebahagiaan itu hadir bukan saat apa yang di inginkan itu tercapai, terlaksana dengan cara apapun, tapi di benak Udin bahagia itu saat kita mau menerima kondisi apapun yang telah kita lalui, bukan memaksakan kehendak agar yang di inginkan terjadi dan lagi menerut Udin bahagia itu muncul atas bertemunya kesadaran logika dan rasa yang serasi. Apalagi kalau kebahagiaan itu harus di tempuh dengan cara memperlakukan makhluk hidup seperti sepiring nasi yang dihidangkan hanya untuk dimakan tanpa memiliki hak sedikitpun untuk menolak tidak mau dimakan. Perhitungannya bukan karena kita sudah mengeluarkan uang banyak untuk mengolah padi menjadi nasi dan untuk menggantikan uang itu kita harus mendapatkan kenyang, tapi semestinya perhitunganya adalah ketika kita susah payah merawat pohon dan biarkan pohon itu tumbuh besar karena pohon tersebut sudah tau dia harus meneduhkan, bukannya malah dipotong dijadikan bonsai yang kita nilai dia akan lebih bagus dan harga jualnya semakin tinngi.


Bapak dan Sumirah tidak pernah mau mendengar pendapat Udin yang katanya terlalu mengandai-andai. Ya berakhirlah Udin di dalam barak pelatihan, rambutnya plontos, dan sudah tidak pernah ngopi dan ngrokok di pagi harinya seperti saat Ia masih cari-cari wacana dengan ngobrol dengan lawan sejawatnya.

2013

No comments:

Post a Comment