Semoga
dengan kejelekan-kejelekan tulisan ini, kau akan menemukan kebaikan.
Wahai para tukang berita, aku ingin tahu apa yang kau
rasakan setelah tuntaskan tugasmu menyuapkan berita-berita kekejian kepada
bocah-bocah polos di negeri ini.
Apa kau
telah merasa menjadi pahlawan kebenaran? Apa kau merasa telah menjadi pendidik
yang bijak? Atau kau tak merasa apa-apa, karena di benakmu yang ada hanyalah
karir dan gaji.
Wahai para tukang berita, apakah kau mandul ataukah
nalarmu gundul? Semoga tidak. Tetapi kenapa betapa enteng dan fasih kamu
berbicara kekejian di depan berjuta pasang mata dan telinga, tanpa peduli
tentang akibat. Apa tak ada sedikit saja terbersit di benakmu, bagaimana berita
itu kalau didengar oleh anakm?.
Wahai para tukang berita, apa kau telah yakini tentang
apa yang kau kerjakan selama ini adalah kebaikan? Si Udin yang baru TK kini
telah tahu apa itu perkosa. Si Ria yang kelas lima kini pahami apa itu
mutilasi. Si Ipung yang masih suka ngompol kini tahu apa itu lokalisasi.
Bagaimana dengan Udinmu, Riamu, Ipungmu, apa yang ia ketahui kini? Apakah telah
ia ketahui tentang kebenaran-kebenaran yang telah kau kabarkan itu?
“Minggu
ini biar rating tinggi cari berita apa ya? Yang fantastis, bombastis, spektakuler,
pokoknya yang menggemarkan segala indra masyarakat.”
Apa itu yang terus menerus berkelebatan di otakmu? Semoga
tidak. Tetapi kenapa televisi tak henti-henti mencekok i bocah-bocah itu dengan
peristiwa-peristiwa yang amat tak layak untuk perkembangan kejiwaan mereka
setiap harinya?
Wahai para tukang berita, kau dianugrahi corong untuk
mengabarkan. Bijaklah, bijaklah, dengan segalaku, kumohon bijaklah pada anugrah
itu. Apa kau tak ingin anak-anak kita tumbuh secara murni dan manusiawi, lalu
lahir sebagai pemimpin untuk membereskan segala kebobrokan yang telah
diciptakan generasi kita?
Ataukah
kau tak sadar bahwasanya kau hanyalah boneka yang merasa gagah tanpa sadar
bahwasanya kau hanyalah sekedar perpanjangan syahwat yang mengobok-obok ibu
pertiwi?
6 April 16
No comments:
Post a Comment