Kalau
suatu ketika, adikku yang masih bersekolah di Sekolah Dasar pulang seusai
menerima rapor dan bertanya padaku,
“Mas,
kok kemarin aku menggambar hanya dapat nilai 6 di rapor”
“Kalau enam
kenapa? “ kujawab
“Kan
kalau bagus nilainya 10, aku hanya 6 , berarti gambarku jelek ya ? Padahal aku
sudah menggambar sungguh-sungguh, sedang amir temanku, digambarkan kakaknya
dapat nilai 9”
Lantas
akan kujawab bagaimana pertanyaan itu ? apakah iya harus ku-jawab dengan :
“Iya,
gambarmu jelek, jangan menggambar lagi, kamu tidak berbakat, jauhi pensil warna
dan apa saja yang berkaitan dengan peralatan menggambar”
Begitukah
? apakah akan se-tega itu aku menghancurkan mental seorang bocah yang baru saja
beberapa tahun lahir ke bumi ? Jika tidak, lantas akan ku jawab apa ? atau
dengan :
“temanmu
curang, jangan kau tiru ya, kamu harus terus rajin menggambar, biar lebih jago
gambar nanti”
Begitu
? Jika iya, berarti aku mngajarkan pada adikku untuk menaruh benci pada
temannya yang terang-terang belum mengerti apa itu benar, salah, baik dan
buruk. Lalu jika tidak, dengan jawaban yang seperti apa harus ku lontarkan pada
adikku yang masih se-umur jagung bahwa pengertian tentang nilai tidak sedangkal
itu, bahwa nilai bukanlah sebuah deret angka-angka kosong untuk mengukur baik
dan buruk sebuah pekerjaan. Bahwa penilaian tidak dapat diwakili dengan hanya
angka-angka saja, yang seakan telah menjadi Tuhan, menghakimi dan memutuskan
sebuah pekerjaan tanpa adanya banding. Nilai tidak se-remeh dan sedangkal itu
!!
Ku
tanyakan pada kalian dengan kalimat seperti apa aku harus menerangkan pada
adikku yang telah menjadi korban atas ketidakmampuan Negaranya dalam menata
sebuah sistem pendidikan pada tingkat dasar yang menjadikan banyak keputus
asaan pada anak-anak seusianya ?
Bagaimana
? Ha ? Bagaimana ? Coba terangkan padaku yang amat sangat dungu serta tolol ini
!!!
Klaten/10
April, 2016.
No comments:
Post a Comment