Ketakutan
adalah virus paling berbahaya dan tidak ada obatnya. Kecemasan terhadap hari
depan adalah penyakit paling mematikan. Kepanikan adalah sumber malapetaka
hilangnya akal sehat. Dan kegaduhan konyol adalah dampak dari rendahnya tingkat
kewaspadaan pikiran kita terhadap fenomena yang sedang ramai diperbincangkan.
-Imam Besar Majelis Dakwah Sandilara Ustaz
Colmek-
Ancaman virus corona rupanya menjadi kepanikan
tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, khususnya di kota Solo ini
setelah tersiar kabar ada seorang warga di salah satu kampung meninggal dunia
beberapa hari yang lalu. Media cetak maupun elektronik mulai ramai
memberitakan, pemerintah mengeluarkan kebijakan kepada masyarakat Solo, poin-poin
himbauan dan larangan telah disosialisasikan, sekolah diliburkan beberapa pekan
kedepan, segala kegiatan yang sifatnya perayaan atau pengumpulan massa untuk
sementara ditiadakan guna mengantisipasi penyebaran wabah tersebut.
Warga masyarakat dari
berbagai macam lapisan dan ragam profesi tidak ketinggalan, sengaja atau tidak,
entah atas dasar apa, hampir dapat dipastikan akan menyertakan Corona sebagai
bahan pembicaraan, tidak memandang acara dan keperluan, selalu ada durasi untuk
menyelipkan topik ini. Sosialisasi atau numpang tampang biar tidak ketinggalan,
hanya mereka dan tuhan yang tahu. Ustad di acara pernikahan, dosen ketika diminta
mengisi ceramah, murid SMP di group WA, guru-guru di sekolahan sembari menunggu
gaji bulanan baik yang tergolong ASN maupun yang masih honorer, Satpol PP yang
gemar menggusur orang,
Warga Net yang
tidak terpetakan dengan jelas dimana mereka bermukim juga tidak kalah heboh, beramai-ramai
mereka membagikan tips-tips hidup sehat serta antisipasi wabah corona. Beragam
komentar mewarnai beranda media sosial dan mendominasi obrolan, menempati
posisi teratas mengalahkan persoalan-persoalan lain yang tidak kalah
berbahayanya dan sedang berlangsung tanpa perlu saya sebutkan satu per satu
karena mungkin tidak akan pernah juga anda-anda ini menyadari.
Naskah KUTANG : Tanggungan Perkara
Utang-Piutang Adalah Wabah Sepanjang Jaman Yang Paling Nyata
Naskah KUTANG
merupakan garapan terbaru Teater Sandilara, rencananya akan dipentaskan pada
bulan April mendatang. Masih setia mengusung tema permasalahan rakyat jelata,
bagaimana kemiskinan menjadi induk segala problematika kehidupan yang akhirnya menyeret
berbagai macam tragedi sehari-hari khas kaum pinggiran. Berurusan dengan masalah utang-piutang
merupakan hal yang lumrah bagi sebagian besar masyarakat kita, baik sebagai
penyedia jasa keuangan (pemberi bantuan utang) maupun sebagai nasabah yang
butuh uluran tangan para pemodal dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dan
telah disepakati kedua belah pihak. Kendati utang-piutang adalah hal yang
lumrah akan tetapi sebab-akibat yang menyertainya merupakan masalah tersendiri
yang kadang tidak disadari para pelakunya.
Siapa juga yang
ingin terlahir dan memiliki nasib sebagai orang kekurangan. Hidup di jaman
seperti ini terlebih lagi tinggal ditengah peradaban kota, mau tidak mau uang
menjadi sarana utama penopang terselenggaranya segala hajat hidup. Bahkan tidak
jarang kita temui, untuk urusan makan dan minum saja ada orang yang terpaksa
harus berhutang. Ya, mau tidak mau, dorongan kebutuhan pokok manusia menuntut
untuk dipenuhi, sementara isi kantongan tidak cukup memenuhi syarat untuk dapat
mengabulkan tuntutan tersebut, maka ditempuhlah jalan mencari pinjaman uang
kepada orang lain yang memiliki uang lebih atau yang dengan sengaja menjadi
penyedia layanan jasa solusi atas masalah keuangan tersebut. Negara saja punya hutang, apalagi kita
rakyatnya. Demikian kurang lebihnya kalimat satir yang sering kita dengar
ketika masyarakat sekitar kita membicarakan masalah utang. Sekalipun mereka
tidak paham dan memang tidak jelas juga untuk apa para penyelenggara negara
harus mengambil pinjaman kepada asing atas nama pembangunan dan kemajuan
rakyat.
Memasuki pertengahan
bulan Maret, proses penggarapan dan persiapan pementasan Teater Sandilara
dengan naskah “KUTANG” (KUdu TANGgungan) sudah
sampai pada tahap akhir. Kira-kira 90 persen dari total keseluruhan. Rencananya
Teater Sandilara akan kembali menyapa masyarakat dengan mengadakan pementasan
di kampung, menyasar warga setempat sebagai calon penonton setelah mereka
menyetujui kampungnya digunakan untuk menyelenggarakan pementasan. Sudah barang
tentu stabilitas keamanan, isu-isu aktual yang berpotensi menghambat selalu
mengintai setiap saat. Himbauan pemerintah, rasa curiga, kepanikan tidak masuk
akal, hasutan media massa, turut memberi pengaruh baik secara langsung maupun
sebagai salah satu pemicu terhambatnya kesepakatan bersama warga untuk
berpentas. Hal yang wajar, mengingat masyarakat kita sudah lama tidak
dikenalkan dengan pementasan sandiwara yang hadir di depan mata mereka semenjak
pelaku Teater lebih gemar masuk gedung pertunjukan dan juga merebaknya tayangan
televisi yang dirasa lebih menarik dan mudah diperoleh.
Pementasan Tetap Digelar Bulan
April Mendatang
Terkait diberlakukannya larangan untuk menyelenggarakan
acara yang mengumpulkan banyak orang pada satu tempat, Kepala Divisi Hubungan
Masyarakat (Kadiv Humas) Teater Sandilara, Oka Atmowikromo Joko Pitono, mengatakan
bahwa hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah yang berarti. Bukan perkara
apa-apa, karena Teater Sandilara memang tidak pernah memiliki massa penonton
dalam jumlah besar. Kami bukan ormas atau kader partai politik yang gemar
mengumpulkan massa, tutur pria yang gemar memelihara burung anggungan tersebut.
Masalah lokasi pementasan juga bukan suatu kendala, meski ada kemungkinan belum
dicabutnya status Kejadian Luar Biasa (KLB) di kota ini ketika jadwal
pementasan harus dilaksanakan. Pentas tetap diadakan, gampang saja, kalau tidak
bisa di kota ini, kita tinggal pindah ke kota lain untuk menggelar pementasan,
geser sedikit kan bisa, ke Kabupaten Sukoharjo misalnya, kebetulan selasa malam
kemarin, sebelum berita maha heboh ini menggemparkan penduduk kota, Idnas Aral selaku
penulis naskah dan sutradara sudah menemui koleganya di Kecamatan Gatak,
Sukoharjo, untuk mendatangi kampung tersebut sebagai salah satu tempat
pementasan naskah KUTANG.
Ketika dimintai
keterangan di mana tempat latihan Teater Sandilara, beliau enggan berkomentar, “itu
rahasia perusahaan”, ungkap beliau. Kalau mengenai jadwal latihan tidak ada
masalah, para pemain sudah mengerti tanggung jawab mereka masing-masing, semua tetap
berjalan seperti biasanya, malah ada penambahan jadwal, sebelumnya seminggu
sekali pada senin malam sekarang tambah kamis malam, jadi selama seminggu
latihan diselenggarakan dua kali. Apakah ini sebagai bentuk respon kelompok sejak
merebaknya berita tentang corona masuk ke kota Solo, menurut Oka, sama sekali
tidak, mengingat bulan April sudah semakin dekat sehingga persiapan harus
semaksimal mungkin. Ia mengaku tidak ada kiat-kiat khusus seperti karantina
bagi para pemain dan semua yang terlibat. Hal tersebut cukup beralasan,
mengingat Teater Sandilara tidak memiliki gedung sendiri, sudah barang tentu
kegiatan sterilisasi dan vaksinasi di lingkungan sekitar sanggar juga tidak
perlu dilakukan karena Teater Sandilara juga tidak memiliki sanggar. “Teater
kita ini kan bukan pabrik, semua anggotanya tidak dilindungi JAMSOSTEK, tidak
juga didaftarkan BPJS atau asuransi kesehatan lainnya. Kalau sakit ya berdoa
sendiri, usaha sendiri ke dokter atau pengobatan alternatif atau cukup membeli
obat yang tersedia di apotik dan warung-warung terdekat selama persediaan masih
ada, sembari meminta kesembuhan kepada Tuhan, katanya penyakit itu Tuhan yang
bikin?” demikian yang dikatakan Kadiv Humas Teater Sandilara.
Surakarta,
Sabtu Wage, 14 Maret 2020
Bambang
Sumantri
Wartawan Lepas Koran Medan Prihatin