Saturday, 30 July 2016

Kebutuhan Primer manusia : Sandang,Pangan, Cas-casan !! (Bagus Prakoso)

“Anakku kemarin makan sate, ada kucing naik meja ndak sadar, satenya di makan semua, dia marah-marah. Hla salahnya sendiri, kok ada kucing didepannya sampai tidak tau, ya itu gara-gara tangannya hanya pegang hp terus, pandangannya terpusat pada hp”

“Itu lihat itu, anak muda jaman sekarang ya seperti itu, kelihatannya berkumpul tapi asik sama mainannya sendiri, sama hp nya sendiri, wes kyo wong bisu, kumpul kok cuma diam-diaman”

“Anakku kemarin ngotot pengen jual tanahku, ya tak turuti, katanya buat bayar utang. Ya memang buat bayar utang, soalnya baru saja nikah terus malah kena PHK,  tapi sisanya malah buat kredit motor baru sama beli hape baru, yang katanya model terbaru, biar gak kalah sama temannya”

Hlo rak tenan to, duduk, pesan wedang, nunduk, dolanan hp, mainan pokemon Mas? Opo pesbukan, apa lagi itu…. instagram, wes persis sama anakku, di rumah ya cuma gitu, di suruh apa apa gak mau, kadang rasanya pengen tak banting hp anakku”

Ke-empat percakapan tersebut saya dapat di empat angkringan yang berbeda, dalam jangka waktu satu bulan belakangan ini, dengan poin yang sama yaitu handphone.

Siapa saja dapat menyimpulkan apa saja dari ke-empat kutipan percakapan tersebut. Tapi, saya akan juga mencoba menuliskan apa yang kiranya saya tangkap dari kutipan percakapan tersebut.

Hari ini, kebutuhan pokok manusia telah beralih, dari Sandang, pangan, dan papan, menjadi Sandang, Pangan, dan Cas-casan hp. Betapa tidak, masa ini, pada kebanyakan manusia modern, akan sangat kebingungan jika saja hp nya tiba-tiba dalam kondisi mati, dimanapun, kapanpun. Dan hp telah berubah menjadi sebuah kebutuhan pokok, pulsa dan paket internet menjelma sabagai menu utama selain nasi yang menjadi makanan pokok oleh manusia modern.

Tidak, tidak, tidak ada yang salah dengan hal tersebut, pembaca jangan terlalu tergesa-gesa menuduh saya seorang yang anti terhadap perkembangan jaman, kolot dan mungkin anti kemapanan. Tidak ada yang salah dalam kehadiran sebuah telepon pintar masa kini. Karena kalau berbicara tentang benar dan salah, akan sangat tipis perbedaanya, salah akan sangat mungkin menjadi benar, kalau salah mempunyai argumen yang kuat dan logis, juga dengan benar.
Tapi, mari kita sadari lebih lagi, dalam salah satu percakapan ada seorang yang mengatakan bahwa anaknya sampai tidak tau kalau satenya sedang di curi oleh kucing, padahal jelas jelas kucing di depannya, si anak masih saja asik dengan telepon pintarnya. Secara tidak sadar, si anak telah terfokus pada satu titik nyaman terhadap permainannya dengan telepon pintar tersebut, maka kesadarannya jadi macet, anak tersebut tidak sama sekali mempunyai jarak dengan telepon pintarnya, ia (si anak) telah menjadi satu dengan telepon pitarnya, sampai-sampai hal-hal diluar telepon pintar sama sekali bukan menjadi bagian dari dirinya, apa saja peristiwa di luar telepon pintarnya bukan merupakan dari Ia.

Bahwa Ia telah menganngap telepon pintar itu adalah dunianya, cukup, hanya dengan telepon pintar itu Ia telah menganggap memiliki dunia, sehingga, saya ulangi sekali lagi, Ia sama sekali tidak berjarak dengan telepon pintar tersebut, sampai-sampai sate yang ada di depannya dapat dicuri oleh kucing.

Bagi pribadi saya, manusia harus berjarak dengan dirinya, apapun itu, manusia adalah stradara atas dirinya sendiri, observator atas dirinya sendiri, dan untuk mencapai itu dibutuhkan kesadaran, bahwa manusia dan dirinya juga membutuhkan jarak, apalagi dengan diluar dirinya sendiri.

Masih untung, dengan hilangnya kesadaran hanya sate yang di curi, coba bayangkan, kalau sampai yang tercuri adalah istrinya, anaknya, penghidupannya, bahkan hingga dirinya sendiri tercuri, akan punya apa lagi manusia kalau dirinya sendiri pun telah hilang dari diri manusia itu sendiri ?

Dan saya pun sebenarnya sedang hampir kehilangan diri saya sendiri setiap harinya !!



30 Juli 2016, Klaten. 

Thursday, 28 July 2016

Selamat Hari Berdagang Batik (Mas Bei)


Sebuah kebanggaan sekaligus pemborosan, kita memang masyarakat pelupa sampai-sampai apa saja perlu diperingati, perlu dirayakan, dan dibesar-besarkan, pada akhirnya semua dimanfaatkan para pedagang, nilai tinggi yang dimiliki berubah menjadi lembaran rupiah.

Kita telah membentangkan kesombongan, merasa bangga diatas kebanggaan warisan tapi pengetahuan tentang apa yang kita banggakan nol besar!

Tengoklah mereka para pemelihara warisan itu, bila matamu masih mampu dan belum terlalu silau sebagai pengikut trend, mereka goreskan tangan tua diatas lembaran hidup sebagai buruh kebudayaan dijaman sekarang, menyambung nyawa dibawah kendali para juragan.



Pantaskah kita berbangga diri sebagai pembeli yang mendapat bonus pengakuan sebagai yang terhebat, karena mampu melampaui orang-orang normal menjadi terpanjang?

Kita malas memahami arti, tapi mulut dan tindakan kita seolah peduli dan menjunjung tinggi apa yang disebut budaya luhur, ikut-ikutan asal mendapat pengakuan dan kebanggaan semu.

Selamat berdagang batik.
021013