Wednesday, 4 January 2017

Sebuah Launching Cita-Cita Joko “Bibit” Santoso (Idnas Aral)

Salam Budaya!
“Kalau ada yang bisa membuat patung wajah kang Jek (sebutan pak Bibit) dengan tlethong, akan saya tunjukkan wajah dari tlethong itu, kemudian dipupukkan pada tanaman.” ujar Helmi Prasetya (Teater Ruang).

Saya awali tulisan ini dengan kutipan itu, sebab rasanya analogi dari Helmi itu dapat mewakili konsep acara 100 hari meninggalnya Joko “Bibit” Santoso (JBS). Kalimat itu membawa saya pada kenangan membersihkan tlethong bersama JBS, mencangkul, melihat ia memandikan kambing, dll yang tentunya selalu ia katakan “Iki lho teater!!!”

Itu hanyalah sedikit dari sekian banyak “iki lho teater” yang dimaksud JBS tentunya. Banyak yang telah diajarkan, ditinggalkan, diwariskan. Tentunya kenangan atas itu pulalah yang telah menghimpun sekian orang ini untuk menghelat acara 100 hari ini.

Memang tersebab oleh kenangan, tetapi bukan untuk mengenang saja.  

Telah diputuskan bahwa acara ini bukan lagi sekedar memorial! Tidak hanya untuk orang-orang yang berkesempatan satu peristiwa dengan beliau semasa hidupnya, ini adalah tentang tlethong, yakni tentang kelahiran, tentang keberlanjutan, tentang ketumbuhan, tentang apa saja yang diharapkan akan tersuburkan oleh tlethong itu.

Udan Donga Mbibit Kasantosan

Ialah tema acara yang diangkat pada acara nanti nanti. Udan donga yang artinya menghujani dengan doa, mbibit bisa berarti mengurai atau membaca JBS, tetapi bisa pula diartikan mbibit sebagai kata kerja, yakni membuat bakal tumbuh kasantosan, yang artinya kesentausaan.

Ery Aryani (Teater Ruang) menambahkan, “kebetulan ini musim hujan, kalau seandainya nanti ketika acara tersebut hujan, itu akan menjadi sebuah doa untuk tumbuhnya bibit-bibit kekuatan atau kesentausaan untuk hidup secara luas dan untuk teater khususnya.”
Sanggar Teater Wonogiri

Ialah tempat di mana acara tersebut akan dihelat. JBS selalu ingin memberi bukti bahwasanya dengan berteater sungguh-sungguh dan totalitas, seseorang akan hidup dan menghidupi. Tanah seluas kurang lebih 8.000 m2, milik Teater Ruang itulah salah satu sejarah yang dapat menjadi referensi bacaan untuk para generasi seniman/teaterawan nantinya.

Pada kesempatan itu nanti, Teater Ruang akan memperkenalkan atau melaunching salah satu dari sekian cita-cita JBS, yakni membuka sanggar tersebut untuk siapa saja memanfaatkkannya dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan. Maka beberapa hari kemarin hingga sekarang, sebagai persiapan acara, kami bergotong royong untuk membangun kamar mandi. Bukan sebuah patung atau monumen, sebuah WC. Sebagai fasilitas sanggar apabila nantinya saudara-saudara menghelat acara di tempat tersebut.

Kurang lebih itulah gambaran perhelatan ini nantinya, kurang lebih pula itulah yang dicita-citakan JBS, dalam segala keterbatasan yang kurang lebih pula, mengundang saudara/i untuk hadir pada:

Tanggal/Jam: 20 Januari 2017, 15.00 WIB
Tempat: Sanggar Wonogiri “Teater Ruang” (Gamping, Rt01/02, Sendangijo)

Penampil: T. Besi Tua, T. Reakses, T. Tesa, T. Sopo, T. Gadhang, T. Soekamto, T. Kidung, T. Sangir, T. Sirat, Budi “Bodhot” Riyanto, dan Santi Swara “Slamet Widodo”.  (idns)