Sunday, 23 September 2018

MEMBANGUN LABORATORIUM INDIE DI TENGAH KEBUDAYAAN INSTAN DAN SERAGAM


              Sebagai seorang muda yang masih memiliki banyak waktu untuk mengembangkan diri, pernahkah terlintas dipikiran kita untuk membaca kembali atau mencari tahu, hal apa saja yang sebenarnya menjadi kegemaran, minat, dan tentunya mengukur kapasitas diri. Sudah jamak lumrahnya dalam memulai kita akan mencari kawan baru atau kenalan untuk dapat menjalankannya bersama. Di antara sekian banyak orang pastinya tidak semua memiliki cara pandang sesuai dengan apa yang kita mau, tapi paling tidak tentu ada beberapa yang dapat dijadikan sebagai rekan satu kelompok, dan sekali lagi dapat dipastikan, jumlahnya tentu tidak akan melebihi banyaknya anggota di lingkungan yang sudah memiliki nama besar sebagai penyelenggara acara.

                Rata-rata dari mereka yang memutuskan diri untuk memilih jalur indie bukanlah “manusia pasaran”, artinya mereka tidak memiliki pandangan dan pola pikir seperti orang-orang umum, mulai dari selera musik, buku bacaan, acara yang dihadiri, komunitas yang dipilihnya sebagai lingkungan pergaulan dan tidak sekadar berkunjung atau “mencicipi masakan” yang tersaji, tapi memang disadari sebagai kebutuhan mengapa merasa perlu menggabungkan diri pada kelompok tertentu. Kemudian seseorang tersebut akan mulai berproses mengembangkan dirinya dengan dukungan rekan-rekan yang lain, pastinya tidak sekadar menjalani rutinitas teknis berkesenian, kepenulisan, atau kegiatan apa yang ada pada kelompok atau komunitas itu, tapi akan terjadi pula tukar pikiran antar teman, perdebatan wacana, perbincangan soal isu-isu sosial di lingkungan sekitar, dan masih banyak lagi kegiatan non-teknis yang akhirnya membentuk pandangan baru dan pola pikir pribadi dari seseorang tersebut. Akhirnya di dalam ia berkarya, baik secara pribadi maupun kolektif, apa yang ia peroleh dari lingkungannya tadi akan tercermin pada karya-karya yang dihasilkan.

                Hal ini dapat dikatakan sebagai kekuatan, menimbulkan dampak baik bagi produktifitas pribadinya maupun kelompoknya, memberi sumbangan besar bagi keberlangsungan suatu kelompok dan komunitas, tidak hanya pada kuantitas karya, mampu memproduksi berapa karya dalam setahun misalnya, tapi soal muatan cita-cita dan wacana bersama yang pernah diobrolkan antar teman dalam suatu kelompok indie terwadahi dalam karyanya. Sebab bukan komunitas atau kelompok (indie) namanya, jika tidak memiliki tawaran pemikiran yang berbeda, kalau hanya seragam seperti orang-orang kebanyakan rasanya tidak perlu repot-repot memilih jalur mandiri, cukup menggabungkan diri mengikuti tempat-tempat yang sudah “jadi”, yang biasanya lebih gampang menarik massa, atau terkesan mudah diterima masyarakat segala macam tawarannya apapun itu, dengan kata lain lebih laku keras di pasaran. 



                Ya, wajar saja, sebab isi kepala para konsumen telah terpengaruh industri mayor, sehingga anggapan mereka soal karya yang baik adalah berdasarkan atas apa yang disukai oleh orang-orang kebanyakan, yang dibentuk, diproduksi, dan dipromosikan oleh industri besar tersebut, selera pasar yang didukung oleh kaum-kaum instan tadi akhirnya selalu gampang menyedot massa bila dibanding dengan produk-produk indie yang tentunya akan memilih konsumennya sendiri, konsumen yang juga menolak bentuk-bentuk penyeragaman selera yang tanpa disertai muatan wacana dan pemikiran tersebut, yang asal laku, asal senang, asal-asalan tidak masalah, sebab sudah dapat dipastikan produknya laku karena telah berhasil menancapkan pengaruhnya ke dalam pikiran masayarakat kebanyakan dengan berbagai cara.

Membangun Dan Menjaga Keberlangsungan Laboratorium

                Menurut saya, hal pertama yang perlu diperhatikan ketika hendak membangun suatu perkumpulan adalah sumber daya manusianya, mengingat ini merupakan kerja kolektif yang berlandaskan visi dan misi tertentu, maka sudah seharusnya memastikan setiap kepala yang terlibat, apakah mereka kutu loncat atau benar-benar memahami arah tujuan bersama. Sepele memang, tapi biasanya menjadi malapetaka di kemudian hari. Seiring berjalannya waktu, satu per satu tumbang meninggalkan cita-cita yang sudah disusun, tidak lain akibat gagal paham mengenai jalur indie.

                Kebanyakan dari orang-orang yang pernah menggabungkan diri ke dalam komunitas indie tidak mengerti, semata berkawan dengan kelompok lain hanya untuk “berbisnis” atau menentukan standar harga barang yang di produksi, harapan mereka sebatas menjaga kestabilan harga jual dengan mengajak golongan yang dirasa satu pemahaman untuk sama-sama memikirkan kondisi pasar indie, tapi kebanyakan lupa pada nilai-nilai dan wacana yang perlu diangkat bersama sebagai tawaran pemikiran, perlawanan terhadap keseragaman, kritik sosial, dan pastinya pemahaman yang diyakini bersama untuk diberikan kepada masyarakat luas.

                Mengapa menjaga laboratorium kelompok menjadi persoalan penting bagi para pegiat indie sebelum memasarkan dan mencari sekutu? Ya, itu perlu, ruang lingkup paling kecil adalah kelompok, jika pada titik ini arah tujuan masing-masing individu masih rancu, maksudnya hal-hal mendasar yang menjadi garis besar tidak dipahami rasanya mustahil, tidak mungkin tercipta sebuah laboratorium untuk merealisasikan semua rencana ketika kelompok itu berdiri. Jika urusan ini selesai angin segar akan berhembus, tidak repot lagi memikirkan urusan menyamakan persepsi, mengadakan rapat besar, setiap individu yang memutuskan diri untuk bergabung memiliki kesadaran untuk mencermati hal-hal kecil dan penting. Setelah itu organisme kelompok akan terbentuk secara otomatis, struktur kerja formal tidak perlu dijalankan seperti orang umum, namanya juga indie, kalau masih repot seperti orang kebanyakan apa gunanya memilih jalur ini. Ya, persoalan-persoalan teknis yang sering menyita waktu dapat teratasi dengan mencari jalan lain.

                Apabila urusan-urusan kecil dalam menjalankan kelompok masih belum selesai, mustahil para anggotanya bisa memikirkan karya, mengingat lingkungan ideal setiap kelompok pasti berbeda-beda, tergantung bagaimana orang-orangnya. Laboratorium merupakan tempat mencari, meramu, merumuskan, mencoba, menguji, mengevaluasi, membicarakan dan banyak hal yang berkaitan dengan penggarapan karya kelompok. Selain itu kekuatan kelompok akan terbentuk dan tumbuh dengan baik pada laboratorium yang terjaga “kebersihan” dan “steril dari kuman yang mengancam”, ganguan dari luar tidak akan menggoyahkan pendirian, sebab masing-masing saling menguatkan, gangguan dari dalam yang dibawa dari luar lingkungan oleh seorang anggota dapat dideteksi dengan cepat, gelagat busuk dapat tercium seiring wawasan dan pemahaman setiap individu terhadap cita-cita bersama semakin meningkat.

Kebudayaan Instan Dan Seragam Di Kalangan Pemuda

                Dua hal yang saya kira menjadi “musuh” kaum indie, bahkan pada beberapa kasus menjadi faktor atau alasan bagi orang-orang yang memilih jalur “bawah tanah” yaitu budaya instan dan seragam. Jaman sekarang segala hal dibuat praktis, mulai dari transportasi, perdagangan, transfer uang, dan banyak lagi. Segala yang instan dan seragam itu tidak sehat, yang satu cepat saji yang satunya pembunuhan jati diri. Jika kita mau jujur dan merenung, meskipun masih berusia muda, pastinya memiliki kegemaran, selera seni, bentuk ekspresi, minat kegiatan yang berbeda-beda. Tapi kita sering menipu diri hanya demi diterima oleh lingkungan pergaulan, mulai dari cara berpakaian, kegiatan yang diikuti, kelompok seni yang dituju, film, bahkan gaya bicara. Awalnya tidak nyaman, tapi lama kelamaan jadi terbiasa dan mati sudah daya pilihnya, tidak mampu mengenali dan memutuskan apa yang menjadi kehendak pribadinya, golongan semacam ini jumlahnya selalu lebih besar, digiring untuk memilik selera yang seragam tanpa mereka sadari.

                Setelah habis kepercayaan diri, maka orang itu akan bingung memenuhi kebutuhan “unjuk diri”, akhirnya kesana kemari jadi pengekor orang atau kelompok lain, bisa jadi gejala semacam ini sudah terjadi secara perlahan tanpa disadari, sehingga mereka selalu menjadi “mangsa pasar”, baik sebagai konsumen produk yang ditawarkan, maupun menjadi pendukung program kerja. Orang yang sudah lenyap rasa percaya dirinya kehilangan arah dan tujuan, gagal mengenali minatnya sendiri dan sudah dapat dipastikan ia tidak pula memiliki daya untuk membangun kelompok, di kepalanya hanya ada perhitungan untung-rugi materi, cenderung memilih “jalan pintas” yang instan, yang penting baginya tercukupi kebutuhan eksistensi diri, memburu pengakuan semu.

                Akhirnya banyak dari kawan-kawan kita yang sebenarnya memiliki kemampuan dibidangnya, andai saja ia tidak lekas menyerah dalam berkelompok, tapi nyatanya mereka lebih memilih menjadi “budak” acara-acara besar, jadi alas kaki kepentingan orang lain yang tidak mereka mengerti kemana akan menuju, yang penting tidak perlu repot seperti mengelola kelompok mandiri, gampang untuk bergabung dan tugasnya ringan, selain itu merasa lebih berbobot dan terpandang sebab acaranya berskala besar. Ya, tidak akan sadar, sebab standar dikepalanya adalah standar “pasaran” yang besar yang bagus, pikirannya yang seragam sudah buntu mencerna tawaran wacana dari kawan sendiri yang menerimanya dengan persamaan kedudukan untuk tumbuh dan berkembang bersama dalam satu wadah yang harus dijaga dan dibagun bersama pula.

                Jika para pegiat indie kuat dalam mempertahankan pendirian kelompoknya masing-masing, hari depan yang dicita-citakan sedikit demi sedikit akan terwujud, generasi mendatang akan memiliki tawaran lain tidak hanya menelan produk-produk industri mayor, apapun itu. Tapi rasanya memang tidak mudah, bagaimana mau memberi tawaran apabila kaum indie sendiri masih setengah-setengah dalam melangkah di jalurnya, atau malah sekadar numpang nampang menjadikan komunitas indie sebagai ajang promosi dan batu loncatan agar namanya terkenal, bukan berkawan sebab sama-sama paham, bahwa ada sesuatu yang perlu untuk diperjuangkan bersama melalui jalur yang sama, melawan segala yang instan dan seragam sebab itu tidak sehat.



                Surakarta, 23 September 2018

 
Joko Lelur
Mantri Carik Di Teater Sandilara

No comments:

Post a Comment