"Sampailah kita pada sebuah generasi
yang secara kurun waktu disebut generasi milineal, dan secara mental ketepatan
waktu, aku sebut Generasi Insyaallah, generasi yang tidak berani berjanji dan
sembunyi di balik bahwasanya Tuhanlah yang menentukan! Insyaallah dalam konteks
kebudayaan kita, bermakna tidak berani berjanji, ah kau tahu kan
maksudku??" kata Emblis bersemangat.
"Auwah kayak kamu tidak begitu
saja..."
"Aku juga begitu, kamu juga, kita
semua memang begitu, kita kan segenerasi, sejaman, sekencenderungan, tinggal
bagaimana kita berani membaca kekurangan diri atau tidak." ujar si Emblis
"Aku jadi ingat kata orang itu,"
kataku, "namanya aku lupa. Waktu itu aku masih sering tidur di sekretariat
UKM kampus. Kebetulan hari itu aku bangun paling pagi di antara penghuni kampus
lainnya. Orang itu menyapaku dengan akrab dan kami pun berkenalan. Ia memiliki
kemampuan berbicara dengan baik, kualitas bebrayan yang sekarang jarang
dimiliki oleh orang-orang segenerasiku.
Sampailah aku pada obrolan bahwa dia dulu
sempat ikut perkumpulan anak-anak muda di Yogyakarta yang diasuh oleh Umbu
Landu Paranggi, yakni PSK (Persada Studi Klub). Berdasar pengalamannya,
anak-anak muda di PSK, di akhir pertemuan akan menentukan hari dimana mereka
akan bertemu lagi. Setelah hari janji jumpa ditentukan, saat itulah setiap
kepala akan merencanakan diri menuju hari H itu.
Begini katanya, "jadi semisal ini
hari senin dan kami bersepakat untuk ketemu lagi hari jumat. Saat keputusan itu
jatuh setiap kepala langsung memutar rencana untuk melalui selasa, rabu, kamis,
dan kemudian menuju di tempat pertemuan pada hari jumatnya.
Secara fisik kami baru akan berangkat
menuju lokasi hari jumat, tetapi secara mental, pikiran, perasaan, kami sudah
menuju ke tempat pertemuan sedari kesepakatan itu diputuskan."
"Hampir semuanya seperti itu?"
"Ya semua, tidak hanya di PSK, di
perkumpulan lain juga seperti itu di masa tersebut, mungkin karena belum ada
hape yang membuat kita lebih percaya diri untuk berani berjanji dan berani
membatalkan, bahkan satu jam sebelum waktu pertemuan, kita bisa sms, saya tidak
jadi datang."'
"Nah bener kan kesimpulanku?"
Emblis bersemangat. "Kita itu terlalu percaya diri karena daya dukung
teknologi yang menopang diri di segala lini. Tapi penguasaan diri kita malah
keteteran sampai-sampai mengakses mental untuk menepati janji dan komitmen pada
apa yang disepakati saja kita tidak lagi sanggup."
"Mungkin begini mblis" Si Embut
urun rembug, "pengertian berjumpa masa dahulu dan sekarang itu kan sudah
berbeda, sekarang sosial media itu juga sudah dianggap sebagai ruang
jumpa."
"Mana bisa pengertian berjumpa
berubah, berjumpa itu ya berada di satu ruang dan waktu yang sama. Berjumpa di ruang waktu yang tak sama itu,
bahasa puisi. Beberapa hal memang bisa berubah tetapi
ada wilayah yang tak berubah, yakni hal-hal yang esensial." Emblis
membantah.
"Ah kamu terlalu kolot."
"Lhoh nyatanya senggama dari zaman
dahulu sampai sekarang masih harus di kasur yang sama, kalau tidak ya onani
namanya." ucap Emblis sembari membetot pangkal selakangannya.
"Yasudah kamu tulis soal ini ya
mblis, besok jadi lalu kita diskusikan, besok jadi bisa tidak?" tanyaku
"Insyaallah." jawab Emblis.
Catatan Gumam, 28 Mei 2019
Idnas Aral