“ Kamu itu nganggur,
pengangguran, tidak punya pekerjaan,penghasilan, menganggur”
“ Hlo kan sudah
kukatakan aku itu sedang…”
“ Alaaah !
nganggur ya nganggur, jangan suka
bersembunyi dibalik filsafatmu atas nganggurmu…”
Slamet
yang sedang berusaha menjelaskan kepada seorang karibnya, bahwa Ia bukanlah
seorang penganggur, karena Slamet tengah berjuang untuk mengembangkan hasil
pikirannya. Mengembangkan dari apa yang telah Ia rencanakan cukup lama di dalam
benaknya atas hasil per-kuliahan yang telah Ia tempuh sebelumnya.
Slamet
yang seorang sarjana pertanian memiliki wacana akan mengembangkan pertanian
yang selama ini kurang mengalami kemajuan yang begitu berarti. Di rumahnya, Ia
dan beberapa kawannya terus melakukan sebuah pengujian terhadap wacana-wacana
yang selama ini hanya di kepalanya saja.
Memang,
saat Slamet sedang melakukan sebuah pengujian terhadap wacana-wacananya
tersebut Ia selalu mengeluarkan biayaya daripada menghasilkan laba, tetapi
Slamet sedang mengerjakan sesuatu. Ia sedang laku, mengubah sebuah pengetahuan menjadi sebuah ilmu, membuktikan
pikiran-pikirannya dengan tindakan, mengubah mimpi menjadi sebuah peristiwa,
mengubah ke-tidak mungkinan menjadi mungkin.
Tapi
tiba-tiba Ia di dakwa oleh seorang karibnya, bahwa Ia nganggur, tidak punya
pekerjaan, Ia di takut-takuti dengan tahayul masa modern, bahwa setiap yang
telah lulus dari jenjang pendidikannya wajib bekerja, wajib menerima gaji,
wajib memiliki atasan. Kalau tidak memenuhi standar-standar tersebut, maka akan
di cap sebagai penganggur, tidak menyumbang apapun dalam kemajuan sebuah
Negara, tidak mau berusaha, bodoh, tolol, pemalas, dan segala kata-kata apa
saja yang kemudian memungkinkan akan sangat menyakitkan seseorang yang dicap
sebagai penganggur tersebut.
Celaka
nasib Slamet, Ia hidup disebuah Negara yang segala kata-kata sudah
dimanipulasi, sudah dijadikan tunggangan-tunggangan atas sebuah kepentingan
golongan yang lebih besar. Negara dimana para pemudanya sudah malas memahami
makna dari sebuah kalimat, kok kalimat, dari sebuah kata saja sudah malas !!
Ya, begitulah adanya, seorang yang dikatakan bekerja adalah yang telah
mendapatkan sejumlah uang, mempunyai posisi di dalam sebuah perusahaan. Sedang
orang-orang seperti Slamet, yang sedang berjuang, dikata sebagai seorang pengganggur,
pemalas, tidak memiliki daya saing di era yang serba maju ini.
Kata ‘bekerja’ telah disalahpahami dengan ‘mencari uang’ , sedang bekerja tataran
nilainya sangat berbeda dengan ‘mencari
uang’. Bekerja adalah melakukan suatu yang bermanfaat bagi orang lain, dan
memiliki nilai guna untuk orang banyak akan menghasilkan sejumlah uang
tergantung seberapa besar pekerjaan itu berdampak. Maka uang adalah bonus dari
apa yang telah dikerjakan, sedang mencari uang belum tentu melakukan sebuah
pekerjaan, mencari uang adalah bagaimana dapat memperoleh uang, dengan cara apa
saja, dengan metode seperti apa saja. Tentu, mencopet, menjambret, maling, juga
merupakan mencari uang.
Celaka,
satu kata yang disalahfahami akan berdampak mengerikan terhadap kondisi
psikologi tiap individu, bagaimana tidak, kalau berjuang saja dikatakan sebagai
seorang penganggur yang malas, maka pikiran telah dimatikan secara perlahan,
dan ketika pikiran telah mati maka manusia akan hanya menjadi robot-robot dari
tangan-tangan besar.
Dan
coba renungkan sudah berapa banyak kata yang telah disalahfahami hingga hari
ini ? berapa ? 1 ? 10 ? 100 ? 1000 ? 10.000 ? ……
Klaten,
6 Juni 2016.
No comments:
Post a Comment