Monday, 6 June 2016

Sudah berapa kata saja yang disalahartikan ? (Bagus Prakoso)

“ Kamu itu nganggur, pengangguran, tidak punya pekerjaan,penghasilan, menganggur”

“ Hlo kan sudah kukatakan aku itu sedang…”

“ Alaaah ! nganggur  ya nganggur, jangan suka bersembunyi dibalik filsafatmu atas nganggurmu…”

Slamet yang sedang berusaha menjelaskan kepada seorang karibnya, bahwa Ia bukanlah seorang penganggur, karena Slamet tengah berjuang untuk mengembangkan hasil pikirannya. Mengembangkan dari apa yang telah Ia rencanakan cukup lama di dalam benaknya atas hasil per-kuliahan yang telah Ia tempuh sebelumnya.

Slamet yang seorang sarjana pertanian memiliki wacana akan mengembangkan pertanian yang selama ini kurang mengalami kemajuan yang begitu berarti. Di rumahnya, Ia dan beberapa kawannya terus melakukan sebuah pengujian terhadap wacana-wacana yang selama ini hanya di kepalanya saja.

Memang, saat Slamet sedang melakukan sebuah pengujian terhadap wacana-wacananya tersebut Ia selalu mengeluarkan biayaya daripada menghasilkan laba, tetapi Slamet sedang mengerjakan sesuatu. Ia sedang laku, mengubah sebuah pengetahuan menjadi sebuah ilmu, membuktikan pikiran-pikirannya dengan tindakan, mengubah mimpi menjadi sebuah peristiwa, mengubah ke-tidak mungkinan menjadi mungkin.

Tapi tiba-tiba Ia di dakwa oleh seorang karibnya, bahwa Ia nganggur, tidak punya pekerjaan, Ia di takut-takuti dengan tahayul masa modern, bahwa setiap yang telah lulus dari jenjang pendidikannya wajib bekerja, wajib menerima gaji, wajib memiliki atasan. Kalau tidak memenuhi standar-standar tersebut, maka akan di cap sebagai penganggur, tidak menyumbang apapun dalam kemajuan sebuah Negara, tidak mau berusaha, bodoh, tolol, pemalas, dan segala kata-kata apa saja yang kemudian memungkinkan akan sangat menyakitkan seseorang yang dicap sebagai penganggur tersebut.

Celaka nasib Slamet, Ia hidup disebuah Negara yang segala kata-kata sudah dimanipulasi, sudah dijadikan tunggangan-tunggangan atas sebuah kepentingan golongan yang lebih besar. Negara dimana para pemudanya sudah malas memahami makna dari sebuah kalimat, kok kalimat, dari sebuah kata saja sudah malas !! Ya, begitulah adanya, seorang yang dikatakan bekerja adalah yang telah mendapatkan sejumlah uang, mempunyai posisi di dalam sebuah perusahaan. Sedang orang-orang seperti Slamet, yang sedang berjuang, dikata sebagai seorang pengganggur, pemalas, tidak memiliki daya saing di era yang serba maju ini.

Kata ‘bekerja’ telah disalahpahami dengan ‘mencari uang’ , sedang bekerja tataran nilainya sangat berbeda dengan ‘mencari uang’. Bekerja adalah melakukan suatu yang bermanfaat bagi orang lain, dan memiliki nilai guna untuk orang banyak akan menghasilkan sejumlah uang tergantung seberapa besar pekerjaan itu berdampak. Maka uang adalah bonus dari apa yang telah dikerjakan, sedang mencari uang belum tentu melakukan sebuah pekerjaan, mencari uang adalah bagaimana dapat memperoleh uang, dengan cara apa saja, dengan metode seperti apa saja. Tentu, mencopet, menjambret, maling, juga merupakan mencari uang.

Celaka, satu kata yang disalahfahami akan berdampak mengerikan terhadap kondisi psikologi tiap individu, bagaimana tidak, kalau berjuang saja dikatakan sebagai seorang penganggur yang malas, maka pikiran telah dimatikan secara perlahan, dan ketika pikiran telah mati maka manusia akan hanya menjadi robot-robot dari tangan-tangan besar.

Dan coba renungkan sudah berapa banyak kata yang telah disalahfahami hingga hari ini ? berapa ? 1 ? 10 ? 100 ? 1000 ? 10.000 ? ……

Klaten, 6 Juni 2016.


No comments:

Post a Comment