“Halah..orang
Teater itu pasti suka berbohong, hidupnya saja selalu penuh drama, latihan kok
latihan buat apus-apus…”
Begitu
saja seorang teman mendakwakan apa itu teater pada saya tanpa pernah bertanya
apa itu teater dan bagaimana proses teater itu berjalan. Ia mendakwakan bahwa
seorang yang hidup dalam sebuah proses teater adalah seorang yang suka
berbohong karena setiap hari melatih dirinya untuk berperan sebagai orang lain
sebagai bukan dirinya. Tapi, apakah setiap hari kita selalu sama, selalu seperti
diri kita sebelumnya dan selalu stabil pada tiap harinya ?
Saya
niatkan tulisan kali ini adalah sebuah pembelaan dari apa yang telah didakwakan
oleh teman saya kepada saya dan mungkin banyak orang yang tengah menjalani
sebuah proses ber-teater. Dan akan saya mulai dari sebuah pertanyaan-pertanyaan
kepada siapa saja yang telah membaca tulisan ini.
Apakah
kita telah benar-benar paham siapa diri kita masing-masing ? apakah diri kita
dapat terwakilkan dari siapa nama kita? Misal seseorang bernama bejo, apakah
‘bejo’ tersebut sudah dapat mewakili seseorang yang bernama berjo tersebut ?
ataukan sifat kita yang kita fahami, apakah itu akan dapat menjelaskan siapa
diri kita ? bukankan setiap bulan atau bahkan hari sifat kita dapat berubah
menurut kondisi dimana kita saat itu berada dan sedang dalam situasi seperti
apa, pula banyak faktor lain yang akan mempengengaruhi diri kita ? bukankah
seperti itu ? atau bagaimana ?
Jika
hari ini kita adalah seorang pemarah dan besoknya kita berubah menjadi seorang
yang sangat bahagia, bukankan itu adalah sebuah perubuhan peran? Jika hari ini
kita terlihat sangat beruntung dan besok harinya kita menjadi seorang yang
sangat sial, bukankan itu juga adalah sebuah perubahan peran ? Atau jika
didepan A kita memposisikan diri sebagai seorang pemarah karena memang si A
saat itu sangat pantas untuk dimarahi dan saat bertemu B kita menjadi penyayang
karena si B adalah seorang yang pantas untuk di sayang, apakah perubahan
tersebut adalah kebohongan diri? apakah hal tersebut juga adalah sebuah drama
?
Dalam
filosofi jawa dikenal ‘empan papan’, filosofi
tersebut berarti bahwa kita harus dapat menempatkan diri dimana kita sedang
berada, dengan orang seperti apa yang tengah kita hadapi, sedang pada kelompok
mana kita berdiri. Filosofi tersebut menutut kita untuk dapat dinamis memilih
dan memilah harus menjadi seperti apa kita pada ruang dan waktu yang
berbeda-beda. Apakah hal tersebut juga dapat dikatakan sebagai pembohongan diri? Dapat dikatakan sebagai sebuah apus-apus?
Karena
pada teater, meski saya sedang memerankan orang lain atau dapat dikatakan
sedang ‘berbohong’, saya pribadi pula di saat yang sama sedang mencari sebuah
kejujuran. Melakukan sebuah proses penelanjangan, mempelajari sifat diri
sendiri, mempelajari sifat banyak orang, yang tentunya terbentuk karena latar
belakang pendidikan, pekerjaan, dan dari mana seseorang tersebut berasal.
Dengan mempelajari hal terseut di dalam teater, maka saya pribadi akan dapat
lebih mudah memilah dan memilih harus bersikap seperti apa dengan orang-orang
yang memiliki banyak karakter. Karena memang manusia harus ‘empan papan’, lentur seperti air, menuruti tempat yang sedang didiami, tidak menghilangkan sifat sebagai air, dan tidak melupakan bahwa air
adalah air, yang harus berlaku seperti air.
Apakah ‘empan papan’ tersebut juga termasuk
sebuah kebohongan ? Bukankan kebohongan adalah kalian yang sampai sekarang
masih terjebak dalam arus jaman, yang dengan mudah dipermainkan arus-arus
jaman. Adalah kalian yang hingga kini asyik membohongi diri kalian dengan gincu
modernitas, tata lampu peradaban yang serba harus import, dengan apa saja yang
berbau asing, dengan label-label berbahasa asing. Kalian tipu diri sendiri dan
banyak orang demi apa yang dinamakan sebuah kemapanan hidup, kalian bentuk
sebuah lingkaran ketidaktauan dengan menidurkan kesadaran di jaman yang makin
tidak karuan.
Lalu
aku ataukah kalian yang sedang berbohong hari ini ?
No comments:
Post a Comment