Friday, 2 December 2016

Komunitas Tanggul Budaya: Menyelenggarakan Latihan Rutin “Nembang” (Idnas Aral)


Gelombang kebencian, saling serang opini, dan bertebaran prasangka, kami tetembangan. Racun Jakarta sedang menyebar luas menjangkiti para muda, kami tetembangan. Racun yang melumpuhkan tindakan tapi terfantasikan seakan sudah berbuat sesuatu melalui jempol dan membagikan tulisan, kami tetembangan.

Kamis, 1 Desember 2016, Komunitas Tanggul Budaya menggelar latihan perdana nembang. Lembaran fotokopian tulisan tangan berisi Gambuh dan Sinom dari serat Jaka Lodhang, dibagikan dan dimulailah latihan. Mbak Lestari ‘Cempluk’, yang telah bersedia untuk mengajari dan sudi menjadwalkan seminggu sekali untuk memperkenalkan dan ndandani cengkok kami yang serampangan.

Adalah upaya kami membangun tanggul kebudayaan dalam diri sedikit demi sedikit, meski terbata..
Memang hanya segelintir orang, hanya belasan yang melibat diri untuk belajar nembang macapat malam itu. Tidak lebih dari separo dari jumlah undangan sms dan ajakan yang disebarkan. Tetapi justru akan mengagetkan kalau yang mau ikut adalah banyak orang. Dan pula tidak akan kaget kalau nanti akan ada banyak yang marah jika warisan leluhur ini diaku oleh negara lain (seperti di beberapa kasus terakhir).

Soal hal semacam ini memang telah menjadi ironi yang menjadi cemilan harian bangsa ini, ketika berbicara mengenai kebudayaan. Hal-hal yang berkenaan dengan kebudayaan dan tradisi terudiksi keberadaannya di dalam slogan, event, dan proker-proker. Padahal memiliki kebudayaan adalah mengenai mempelajari, menggunakan, dan mengambil kearifannya. Pula bukan sekedar mencomot nilai-nilai tradisi untuk ditempelkan dalam paket pertunjukannya.

Masih ada di desa-desa, latihan-latihan rutin semacam ini, meski tidak banyak terekspos, mereka ada, bukan pula mengenai sebuah pertunjukan, tetapi sebuah intensitas. Denyut kebudayaan semacam itulah yang oleh Komunitas Tanggul Budaya coba geliatkan. Harapannya adalah untuk menjadi sebuah wadah yang menjembatani generasi tua dan generasi muda untuk belajar bersama menggali apa yang dimiliki oleh kebudayaan sendiri.


Sebuah usaha: Tidak sekonyong-konyong merasa telah menjaga kebudayaan.

Ini tentang belajar, kami berproses, dan latihan nembang ini adalah salah satu bentuk yang lahir dari kegelisahan yang telah didiskusikan. Gayung bersambut ketika Mbak Lestari ‘Cempluk’ berkenan untuk mengajari. Kami menikmati proses belajar itu, dan tulisan ini ingin menyampaikan perihal itu.

Penyampaian ini adalah sebuah ajakan untuk kawan-kawan yang ingin terlibar belajar nembang bersama. Tetapi jika ada sebuah pertanyaan, ini untuk apa, akan tidak gampang kami menjawab. Sebab ini tentang menjalani, tentang sebuah belajar menjaga intensitas, tentang pencarian kembali cita rasa terhadap hasil kebudayaan sendiri. Sedang tentang sebuah goal atau manfaat praktis, memang tidak dirumuskan dalam penyelenggaraan latihan rutin ini.

Lalu ketika ada sebuah pertanyaan, kenapa kami mengajak kawan-kawan untuk terlibat, dan akan terus mengajak. Jawabnya ialah karena komunitas ini bernama Komunitas Tanggul Budaya. Kekuatan sebuah tanggul kebudayaan tentunya akan bertambah ketika semakin banyak dan terbagi kesadaran pada individu-individu untuk membentengi kebudayaan sendiri.

Nota bene: Kami Komunitas Tanggul Budaya mengundang siapa saja yang berkenan.

Pojok Sejarah,

Surakarta, 2 Desember 2016

No comments:

Post a Comment