Apa yang sedang terjadi
Mas Bei?
Ada berita apa hari ini
Den Bei?
Apa yang anda pikirkan
sekarang Mas Sinis?
apa pertanyaanmu itu berarti cinta? aku balik bertanya
Itu bukan berarti cinta. Kalimat-kalimat
diatas bukan pertanyaan dari perempuan yang dicintai sebagai bentuk perhatian,
atau kalimat tak terduga yang datang dari perempuan manis yang akhir-akhir ini sering
saya ditulis. Pertanyaan basa-basi itu muncul dari kolom yang ada di setiap
akun jejaring sosial yang saya miliki. Sebenarnya kolom itu tidak wajib di isi
karena tidak akan menambah nilai kelulusan kuliah atau seperti program bahasa
Inggris yang wajib diikuti kawan saya dikampusnya sebagai syarat tugas akhir. Tapi
apa sesederhana itu menyikapi suatu hal yang dirasa sepele dan tidak penting? Hampir
setiap anak muda khususnya, bisa dipastikan memiliki akun jejaring sosial dan pasti
berjumpa dengan pertanyaan serupa.
Ya, tidak semua anak muda sinting
seperti saya, memikirkan hal kecil dan sepele, lalu menganggap benda mati
layaknya makhluk bernyawa. Seperti Sheldon James Plankton dalam film kartun
Spongebob, memiliki istri komputer dan dapat diajak berdialog seperti wanita
pada umumnya. Karena kebetulan saya punya kelemahan sentimentil terhadap
perempuan, kata teman-teman lemah dalam urusan negosiasi jika dihadapakan
dengan wanita, sering membiarkan ketika harus menindak dan selalu menuruti
ketika harus menolak, maka saya manfaatkan kelemahan, menganggap pertanyaan dikolom
itu datang dari perempuan, lalu saya segera menulis sebagai jawaban.
Apa yang sedang terjadi
Mas Bei?
Setinggi apapun pendidikan,
kebanyakan dari kita melupakan pelajaran paling dasar, bahkan sangat dasar yang
diperoleh sewaktu duduk dibangku sekolah dasar, yaitu membaca dan menulis. Untuk
yang beruntung menyandang predikat mahasiswa, gejala ini terjadi karena terlalu
sopan mematuhi etika akademik, urusan mengutip sumber data ketika mengerjakan
skripsi dan lainnya, sampai terbawa sikap itu ketika sudah lulus dari perguruan
tinggi, akhirnya takut mengungkapkan isi kepala sendiri, menuangkannya dalam
tulisan, itu hanya dugaan saja semoga tidak benar.
Mungkin juga akibat dari kemajuan
teknologi, berbagai macam alat komunikasi beredar dalam genggaman setiap orang
dijaman ini, sehingga buku dan pena bukan lagi sarana utama mengabadikan
peristiwa. Sebagian besar dari kita cenderung memiliki kegemaran mengutip, mengambil
tulisan orang lain dari blog atau postingan yang banyak beredar didunia maya, sedangkan
si penulisnya sama sekali belum tentu ia kenal baik secara karya maupun personalnya. Kemudian
memberi sedikit komentar pribadi sesuai kebutuhan, lalu mengupload atau
membagikannya. Muncul sebagai postingan baru diakun yang dimiliki, sambil
menunggu pemberitahuan seberapa banyak yang menyukai dan mengomentari.
Terkadang saya curiga apa benar
dibaca? Katakanlah sebuah postingan dari blog yang diupload, misalnya rata-rata
memakan waktu tiga sampai lima menit untuk selesai membaca, tapi belum ada satu
menit diunggah sudah ada pemberitahuan “si
A menyukai kiriman anda” . Pikiran baik saya mengatakan, paling di-like dulu baru dibaca, dibuka keseluruhan
postingan itu, semoga demikian, karena si penulis sudah susah payah
menyampaikan gagasan dan ide kepada orang lain lewat tulisan, pekerjaan yang
jarang dilakukan oleh generasi kita sekarang ini. Sangat sayang kalau hanya
dijadikan penghias beranda, kartu absensi daftar hadir eksistensi dunia maya,
atau senjata debat kusir ketika diskusi berita yang ditulis media masa.
Dunia maya memang penuh kemungkinan. Bagi
saya like bukan berarti cinta,
artinya menyukai belum tentu memahami, belum tentu dibaca isi keseluruhan dari
apa yang dibagikan, karena pengunggah dan para penyuka kadang sama tololnya,
tidak sadar atau mungkin hal seperti itu sudah lumrah, menyukai dan membagikan semudah
menggeser jari telunjuk dilayar ponsel, bahkan lebih sulit mencari upil
dilubang hidung yang perlu proses dan teknik khusus. Konyol dan tolol memang,
tapi umum dilakukan dijaman sekarang, tidak perlu susah menulis memeras kepala
menata kata, puas ikut membagikan berita yang sedang pepuler dimasyarakat, agar
tidak ketinggalan jaman, turut bertasipasi sebagai masyarakat jejaring sosial
yang aktif.
Ya, sepertinya kita masih hidup dalam
jaman edan, harus ikut gila agar terlihat seperti manusia normal pada umumnya. Ronggowarsito
pernah berkata dalam Serat Kalatidha “sak bejo-bejone wong lali, isih bejo uwong
sing eling lan waspada”, demikian juga dalam hal ini,
seberuntung-beruntungnya dan sebangga-bangganya tengkulak berita dunia maya,
masih lebih beuntung orang yang mau dan diberi kesadaran untuk menulis sendiri
apapun itu.
Ada berita apa hari ini
Den Bei?
Para tengkulak berita mulai mereda, menyusut
seiring berkurangnya debit air didaerah-daerah rawan banjir. Kegiatan bagi-bagi
artikel gerakan “Wiro Sableng” sudah tidak
nampak diberanda. Barangkali sudah menerima cukup imbalan pahala atas tugasnya
menyampaikan pesan kebaikan dari surga. Itu hanya salah satu contoh dari sekian
banyak tema berita yang dibagikan teman-teman jejaring sosial kita pekan ini. Ramai
dibicarakan, ramai dicari, dan ramai dibagikan. Dari pengangguran sampai
mahasiswa yang katanya berpendidikan ikut meramaikan khasanah bagi-bagi berita.
Baiklah kalau kaum penganggur, mereka butuh bahan untuk obrolan sesama
penganggur. Tapi kalau mahasiswa? Katanya calon penerus pembangunan bangsa, kok
cuma bisa membagikan postingan? Apa sudah lupa pelajaran sekolah dasar, membaca
dan menulis? Keluar banyak uang untuk kuliah dan pendidikan selama ini,
tentunya dapat banyak pengetahuan dan sudut pandang, apa kurang untuk dijadikan
pisau, alat bedah fenomena yang ada dimasyarakat.
Banyak persoalan disekitar yang
dilewatkan, luput dari perhatian kita, karena kita lebih tertarik menyimak dan
mengikuti sesuatu yang besar, yang sengaja diciptakan untuk kaum-kaum instan,
dalam hal ini sebuah pemberitaan. Mungkin kalau wartawan sekarang ini tidak menulisnya
karena alasan tidak menjual, ya sudah, kalau urusan dokumentasi tulis dan
berita derajatnya sama dengan jualan celana dalam dipasar malam. Sebenarnya sayang
sekali kalau komponen-komponen kecil penyangga kebudayaan luput dari perhatian,
keberadaannya penting sebagai fondasi dasar bangunan sebuah negara, perlu dicatat
barangkali selesai kita tulis kantung-kantung kebudayaan itu telah hilang atau
dihilangkan karena berbagai alasan, apa tidak sayang?
Apa yang anda sedang
pikirkan Mas Sinis?
Generasi kita generasi distributor
yang dimanjakan kemajuan teknologi informasi, tanpa menggeser pantat data-data
yang diinginkan tersaji dengan cepat. Generasi kita generasi yang payah soal
mengolah, asal kutip tanpa saringan, ahli hisap tanpa filter. Generasi kita
generasi makelar, pandai mengambil peluang untuk eksistensi diri dan keuntungan
materi, tanpa susah menanam dan berproses asal comot asal pungut, akhirnya
hanya bermuara pada urusan jual beli. Generasi kita generasi yang krisis
kepercayaan diri, malu atau enggan menulis kegiatannya sendiri, tapi juga malas
membaca tulisan-tulisan yang tidak menarik untuk ia bagikan dijejaring sosial, karena
tidak sedang hangat dibicarakan. Generasi kita generasi serampangan. Kegiatan pengamatan,
membaca dan menulis hanya kita lakukan ketika pengajar mengharuskan sebagai
syarat kelulusan. Generasi kita generasi praktis, merasa menjadi kritis kalau
ikut menyoroti fenomena besar yang ditulis media masa. Generasi kita memang
generasi instan, tapi takut bayangan hari depan, tidak sabar menanam, merawat
dan mengolah, apa yang sebenarnya sudah dimiliki dan mampu dilakukan.
Apa yang sedang terjadi
Mas Bei?
Ada berita apa hari ini
Den Bei?
Apa yang anda pikirkan
sekarang Mas Sinis?
Ya, teruslah kau datang
dengan segala pertanyaan,
wahai mesin waktu.
tapi tulisanku bukan berarti cinta.
(Mas Sinis)
Surakarta, 3 Desember 2016
No comments:
Post a Comment