Wednesday, 26 June 2019

KRESNA GAMBAR : LAKU HIDUP SENIMAN DAN PERLAWANAN TERHADAP JAMAN


Teater Sandilara. Mbah Jaga & Kresna Gambar,
dalam sebuah adegan naskah DOM karya Bambang Widoyo SP


                Kresna Gambar, seorang duda yang menekuni profesi sebagai tukang gambar. Bercerai dengan istrinya yang tidak bisa menerima keadaan hidup seorang seniman. Serba kekurangan dan sangat jauh dari kata mewah, sebab jasa lukis atau gambar tangan mulai jarang diminati, hanya kalangan tertentu yang mau dan mampu menghargai karya seni, baik secara moral maupun material. Kresna Gambar nasibnya juga tidak ubahnya seperti Pak Lakon, Den Setra, dan juga Landa Bajang, menjadi orang kalah yang digilas kenyataan. Terpaksa menghuni kampung Kandangan, tidak ada lagi rumah yang bisa ia gunakan sebagai tempat pulang. Sehari-hari Kresna Gambar menjalani hidup dengan menggambar dan menjual hasil karyanya. Pagi keluar kampung mencari tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang, barangkali ada yang berkenan membeli apa yang telah ia tawarkan.
               
                Perubahan jaman serta kecanggihan teknologi sedikit banyak berpengaruh terhadap penghasilan Kresna Gambar. Sebelum poster cetakan pabrik membanjiri lapak-lapak pedagang kaki lima, orang yang memiliki keahlian menggambar sangat dibutuhkan jasanya. Gambar tokoh pewayangan dan lain sebagainya hanya dapat diperoleh dari seorang tukang gambar. Meski demikian yang terjadi, Kresna Gambar tidak putus harapan dan meninggalkan profesi yang ia cintai, bagi dirinya, menggambar adalah laku hidup, tugasnya sebagai hamba Tuhan, bukan semata profesi yang mulai sepi dan ditinggalkan konsumen.

                Kresna Gambar menemukan dirinya di dunia seni lukis, soal rejeki dan besar kecilnya penghasilan adalah urusan Tuhan. Berada di kampung Kandangan setelah tersingkir dari kehidupan sebelumnya membuat Kresna Gambar semakin yakin tentang pilihan hidup. Nilai kemanusiaan tidak dapat dibeli, kepekaan sosial, sikap kritis, dan akibat yang akan terjadi karena jalan yang ditempuhnya sangat ia sadari. Tidak ada kekecewaan di hatinya atas apa yang telah terjadi. Kebebasan berpikir dan kemerdekaan dalam berkarya adalah hal yang paling utama, bukan semata mengerjakan barang pesanan untuk meraih pendapatan sebanyak-banyaknya, meskipun ia sendiri harus hidup dan berada pada posisi sulit secara ekonomi di jaman sekarang, tetapi Kresna Gambar paham soal laku dan peran hidupnya lewat dunia gambar.




Antara Hobi, Profesi, dan Rejeki

                Ada harga mahal yang harus dibayar seseorang atas jalan hidup yang dipilihnya. Kehilangan, keterasingan, dan cap sosial harus siap dihadapi oleh mereka yang berani memilih jalan lain, jalan yang tidak ditempuh masyarakat umum, mulai dari cara pandang, profesi yang ditekuni, hingga besar kecilnya pendapatan sering menjadi faktor yang memunculkan opini di tengah masyarakat. Golongan minoritas atau orang yang keluar dari padangan umum, biasanya akan terkucil dan mengalami tekanan sosial. Sadar tidak sadar, opini dan ujaran yang terlontar di tengah hidup bermasyarakat, yang mungkin itu dianggap sederhana ketika disampaikan dimuka umum, bisa jadi, dalam kadar tertentu hal itu mempengaruhi atau menyinggung orang lain. Meski baik buruk suatu pendapat atau obrolan sifatnya relatif juga. Maksudnya, soal kesenian, sering kali masyarakat kita menganggap tidak ada manfaatnya menggeluti bidang ini, kesejahteraan hidup yang diperoleh tidak sebanding dengan apa yang dikorbankan,  terkadang malah dibandingkan dengan profesi lain yang lebih menjanjikan secara materi.

                Kresna Gambar mengerti perbedaan antara, hobi, profesi dan rejeki. Ketiga hal tersebut sebenarnya tidak terpisahkan, saling terkait dan saling memberi pengaruh sebab akibat. Tugas manusia adalah menjalani hidup sebaik-baiknya dengan mengenali potensi diri serta menjaga kecintaan terhadap sesuatu yang diyakininya. Hobi yang terus-menerus ditekuni, entah karena bakat atau minat, lambat laun bisa membuat seseorang menjadikannya sebagai profesi, yang tentu derajatnya lain dengan hobi yang hanya dilandasi rasa senang dan sebagai kegiatan sambilan untuk mengisi waktu luang. Pada tahap profesi, ketahanan dan kecintaan seseorang juga akan mengalami ujian, terlebih lagi ketika di hadapkan dengan peruntungan dan rejeki atas apa yang dipilihnya sebagai profesi. Goncangan keyakinan akan terjadi ketika hidup bersama masyarakat umum, bagaimana masyarakat sering melakukan kekejaman dan teror terhadap orang-orang yang memiliki cara pandang berbeda. Sebab standar kesejahteraan dan di kepala mereka adalah soal kekayaan, pangkat dan jabatan, sementara kesenian bukan  alat untuk meraih hal-hal tersebut, kecuali mereka yang mau dan memang sengaja menjadikan kesenian sebagai proyek pengucur dana anggaran, seperti yang marak terjadi di jaman sekarang.

                Orang-orang seperti Kresna Gambar tidak peduli, apakah jaman baru dan masyarakatnya dengan segala fenomena kehancuran di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, akan menggilas habis keyakinan dan rejekinya. Mereka yang sadar bahwa kesenian adalah soal nurani dan jalan hidup yang dipilih, sama sekali tidak akan terpengaruh, semudah itu menyerah dan menggantungkan nasib pada seleksi calon pegawai negeri sipil, atau secepat itu menempatkan diri sebagai jongos perusahaan, hanya karena khawatir besok tidak bisa makan, tidak bisa membeli barang-barang mewah keluaran terbaru, tidak memiliki tempat tinggal, tidak bisa tampil sempurna di acara kondangan, tidak bisa mengadakan hajatan besar-besaran, dan banyak hal yang sebenarnya bukan kebutuhan pokok sebagai sarana hidup manusia, tetapi mampu membuat kebanyakan orang gampang meninggalkan kesenian, atau kegiatan lain yang pernah dipilihnya sendiri, dan mungkin tidak disertai dengan kesadaran sejak awal mula.


*ditulis dalam rangka pementasan Teater Sandilara, naskah “DOM” karya Bambang Widoyo SP yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 dan 28 Juni 2019, di sanggar Teater Tesa, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
             


Surakarta, Kamis Pon 27 Juni 2019






Joko Lelur
Mantri Carik Di Teater Sandilara

No comments:

Post a Comment